Sebagai sebuah resume sampai di ayat ke-202 kemarin, pagi ini kita membahas ayat ke-212, yang menjelaskan kepada orang yang beriman tentang rukun Islam dan rukun iman, tentang tema-tema utama yang kita tidak boleh tidak mengetahui, tema- tema utama dalam keimanan yang harus kita yakini, tema-tema utama adalah yang harus kita jalankan dan kita merancang agar melaksanakannya saat tiba waktunya.

Jadi yang pokok-pokok, yang diutamakan, lalu kemudian untuk menopang rukun iman dan rukun Islam, kita diperintahkan untuk menata lingkungan, disebutkan:

QS. Ali-Imran (3): ayat 110. Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh, walau āmana ahlul- kitābi lakāna khairal lahum, min-humul-mu`minụna wa akṡaruhumul-fāsiqụn [Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.]

Bahwa,”Ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari,Itu obyeknya kata Rasulullah bahwa,”Mulailah dari lingkungan terdekat sehingga bibit iman dan Islam yang ada di dada kita disemai dalam lingkungan yang kondusif untuk tumbuh.”

Kadang-kadang orang baik yang berada di lingkungan yang keliru, dan dia tidak berdaya untuk merubah lingkungan, tidak bisa melakukan penataan hingga yang ma’aruf menjadi sebuah tradisi dan yang munkar yang tergeser dan termarjinalkan, sehingga yang mainstream dalam kesehariannya adalah bagaimana kita mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, lalu kemudian juga bahwa untuk menjadi seorang mukmin dan muslim yang baik kita memerlukan sarana dan prasarana, baik berupa finansial maupun equipment.

Karena untuk mengenali Allah kita harus melakukan riset dan penelitian dan telaah, memahami lebih detail isyarat-isyarat tentang sains yang disebutkan dalam Al- Quran sebagai bukti kebenaran dan kebesaran Allah, sehingga perhatian kita kepada sains tidak boleh sebelah mata, dan juga tidak boleh berlebihan sehingga kita lupa kepada substansi tentang Allah yang berada dibalik semua fenomena saisnya yang ada disekeliling kita, tidak boleh juga mengabaikan temuan-temuan ilmiah, mengabaikan temuan-temuan akademik yang menunjukan kebesaran iman kita, dan Allah.

Itu untuk mendeveleop diri dan menata lingkungan dan memberi perhatian ekstra kepada sains, memberi perhatian ekstra kepada telaah kitab dan buktu-bukti karena tidak semua penjelasan tentang riwayat hidup dan perjuangan Rasulullah tercantaum dalam Al-Quran, tetapi harus ada buku-buku lain yang harus kita telaah, tentang sejarah perjalanan hidup Rasulullah, para sahabata Rasulullah dan pola mereka berinteraksi dengan agama, tentang bagaimana metodologi mereka dalam menata kehidupan sosial dan ekonomi berbasiskan teks dan berbasis bimbingan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Jadi seorang mukmin dan muslim harus familiar di perpustakaan, harus familiar dengan riset dan penelitian, dan kita harus familiar dengan jurnal-jurnal yang membahas tentang beragam topik yang dikorelasikan dengan agama Allah.

Begitu Surah Al-Baqarah hingga ayat ke-102, kemudian bahwa rukun Islam untuk melaksanakannya agar kita bisa menunaikannya dengan nyaman, penuh konsentrasi, agar bisa khusyu maka juga memerlukan income yang cukup, kalau tidak maka kita tidak bisa menikmati suasana keberagamaan. Agar bisa bersujud berlama- lama maka karpetnya harus yang berkelas, dan juga sajadahnya harus yang bagus, tetapi kalau tidak maka akan kita tergesa-gesa, karena tidak nyaman, padahal kita sedang ingin bersimpuh di hadapan Allah.

Akhirnya dengan alasan teknis kita segera cabut sendiri, berdiri. Tetapi kalau nyaman duduknya, kalau lebih nyaman dari pada duduk di kursi café, atau di sofa, maka kita akan bisa duduk berlama-lama besimpuh di hadapan Allah berdoa dan meminta, tetapi kalau seperti di kaki lima yang kita gerah dan tidak nyaman maka………

Jdi fasilitas dan sarana ibadah adalah yang harus kita skala prioritaskan untuk mencukupi sarana prasarana ibadahnya maka kita harus berbisnis, kita mencari bisnis opportunity, kita memeras keringat agar kita bisa nyaman beribadah. Teorinya ada di Surah Al-Muzzammil disebutkan,”Kalau penat dengan beragam kegiatan di siang hari maka fasabih, pastikan kau mengmengalokasikan waktu yang cukup untuk bemunajt di hadapan Allah di malam hari, karena engkau akan diberi bimbingan oleh Allah dengan wahyu dan dengan berbagai pelajaran yang kita dapatkan di lapangan, dan itu berat kecuali bagi orang-orang yang memiliki ketenangan atau hati yang tenang dan pikiran dan hati yang khusyu.

Jadi kita harus membangun kenyamanan, maka jangan hanya tentang penampilan bisnis kita yang elegan dan excellent, tetapi sarana ibadah yang harus elegan dan excellent agar nyaman, dan bahkan pilihan desain dan model pakaiannya, jika dia tidak maka tidak akan sejuk, tidak nyaman dipakai untuk beribadah. Maka kita pakaian pun akan mempengaruhi rentang waktu yang kita alokasikan saat melaksanakan ibadah. Tetapi kalau pakaian adem, katun longgar dan tidak susah untuk bersujud, dan duduk tahiyat, maka kita akan bisa berlama-lama.

Jadi inilah bisnis yang diperintahkan dalam islam, standar minimum adalah bisa menjadi muzakki, bisa mengeluarkan zakat, standar minimum pendapatannya adalah nizob zakat, MUI telah menetapkan nisab zakat berapa jumlahnya, maka itulah yang harus kita kejar.

Maka dengan demikian kita akan memiliki anggaran yang cukup untuk memanjakan ibadah kita dengan peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan elegan. Lalu kemudian kita juga diperintahkan untuk mengantisipasi ketidaksukaan orang, bukan tentang diri kita, tetapi tentang cara hidup kita, kalau diri kita, kita adalah orang

yang diperintahkan untuk ramah dan untuk berkomunikasi dengan baik dengan semua orang, karena kita dilarang untuk tampil yang tidak menyejukkan, tetapi bukan tentang dirinya kita, tetapi tetang jalan hidup yang kita jalani.

Itulah yang membuat orang kadang-kadang tidak menyukai kita, yaitu untuk itu kita diperintahkan juga untuk menghormati dan menghargai orang lain, membaca peta demografi, tentang bagaimana cara orang bersikap dan mensikapi. Itu dijelaskan dari sejak awal di Surah Al-Baqarah, ada yang mengingkari dan ada yang pura-pura menerima dan nanti di sini disebutkan bahkan mereka sangat mempesoana kita, diseutkan pada ayat ke-204 sebagai berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 204. wa minan-n ās i m ay yu ‘jibu ka qau lu h ụ fil-ḥ ayātid-dun-yā   wa yusy-h idu llāh a ‘alā m ā fī qalbih ī wa h u wa aladdu l -kh iṣ ām  [Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.]

QS. Al-Baqarah (2): 205. wa iż ā tawallā s a’ā fil-ar ḍi liyu fs ida fīh ā wa yu h likal-ḥ ar ṡ a   wan-n as l, wallāh u lā yu ḥ ibbu l-fas ād [Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.]

Kalau mereka bertutur kata sangat mengaguman, dan sangat santun, sangat mengagumkan, selalu mereka memberi harapan kepada kita, tetapi topiknya duniawi arangement kehidupan duniawi. Maka di sini Allah akan akan membuka isi hatinya dan mempertontotnkan isi hatinya bahwa sesungguhnya dia adalah penentang agama yang paling puritan, bahwa dia adalah penentang logika agama yang paling puritan.

Tetapi mereka baik sama kita dan selalu menganggap kita adalah komunitas yang bisa menjadi obyek kepentingan mereka. Mereka ramah kepada kita, karena kita akan menjadi segmen mereka. Tetapi Allah akan memperlihatkan dan mempertontonkan dihadapan kalian isi hati mereka yang sesungguhnya.

Tentang membuka isi hati seseorang bahwa sesungguhnya dia adalah memiliki sikap penentangan yang sangat keras kepada tata caa kehidupan religius yang kita miliki.

Nanti jika mereka meninggalkan kalian dan kembali kepada komunitas mereka atau  mereka kembali kepada masyarakat luar kita maka akan beda lagi tampilannya.

Kalau komunitas mereka sesungguhnya kami hanya memperolok-olok mereka, atau kami hanya ingin memperdayai orang-orang Islam, memanfaatkan apa potensi yang mereka miliki untuk kepentingan kita.

Ada yang mengatakan diantara mereka,”Jangan Kau terlalu banyak menjelaskan tentang kita, nanti mereka akan memahami apa yang hidden agenda kita.” Ini disebut juga seperti itu di dalam Al-Quran.

Kemudian kalau mereka berinteraksi dengan masyarakat lain, bukan kita dan bukan komunitas dia, mereka melakukan berbagai kegiatan destruktif, yang merusak tatanan kehidupan, untuk tujuan membuat kerusakkan, dan dia tidak menjaga keseimbangan lingkungan. Dan tidak menjaga keseimbangan lingkungan itu dimaksudkan adalah dalam tata ruang.

Kalau standara orang Inggris bahwa setiap perkampungan harus memiliki sekian jumlah pohon yang ditumbuhkan, agar masing-masing penduduk bisa mengasuh oksigen dengan cukup.

Jadi mereka memiliki standar antara jumlah pohon dengan jumlah penduduknya. Di kawasan yang terbuka seperti di padang pasir berarti harus ada open space, yang bisa mengantarkan angin gurun melewati sela-sela perkampungan itu. Jadi tidak boleh begitu padat, tetapi ada rongga yang di tata ruangnya agar tersedia lalu lintas udara segar, apakah import dari laut atau dari darat, apakah dari hasil tumbuhan yang ada di sekitarnya, yang jumlahnya mereka membuat aturan menerapkan jumlah pohon tumbuh pada suatu kawasan.

Mereka juga memberikan space harus ada ruang gerak bermain buat anak-anak, karena mereka memiliki pola kehidupan yang berbeda dengan orang dewasa. Jadai space buat Anak-anak harus diberikan ruang di setiap warga Kampung. Kan kita bisa menyaksikan pada negara-negara yang pernah dijajah oleh Inggris mereka begitu apik dalam menata tata ruang di perkampungan-perkampungan.

Lalu kemudian selain menata perkampungan, kalau orang Jepang, menata tata ruang, bahwa jarak tata letak rumah dengan rumah dan jarak antar rumah dengan transporasi tidak boleh terlalu jauh, lebih dari 15 menit jalan kaki jaraknya. Ini standar yang mereka bikin. Itu di lingkungan yang di bawah otoritas mereka mereka bikin seperti itu, tetapi di lingkungan di luar otoritas mereka lain lagi, mereka bikin yang komersial, yang dapat menguntungkan bagi dirinya.

Mereka membuat kerusakana tata ruang dan tata letak di kawasan lain, dan kemudian ini masalah keseimbangan. Indonesia disebut sebagai jantung paru-parunya dunia sehingga mereka intervensi untuk menjaga lingkungan dan pepohonan, ini di dalam skala global, kalau dalam skala regional dan skala local ini ada rumusnya.

Jadi sekarang ini di negeri kita bahkan daerah-daerah perkebunan, sawah umpamananaya semuanya telah dirubah menjadi perumahan semuanya tanpa konsesi area untuk lahan, dan semakin tidak ada lagi lahan pertanian yang tersisa untuk mencukupi kebutuhan untuk udara segar.

Islam memerintahkan kita untuk tidak melakukan hal itu, bahkan menebang pohon pun kita dilarang dalam Islam, kecuali untuk sebuah kepentingan. Kalau tidak ada kepentingan tidak boleh menebang pohon, dan di Eropa dan di beberapa negara maju di tempat lain, jangankan pohon, menggali tanah saja harus punya izin; airnya mau dikemanakan dan tidak boleh dibuang, harus ada konsesi untuk memasukkan kembali air tanah ke dalam tanah lagi, yang boleh menebang pohon hanya yang bertugas yang diizinkan dan mereka punya teori tentang keseimbangan.

Jadi sesungguhnya Islam mengajarkan sebuah kehidupan bukan seperti yang kita kenal, tetapi kehidupan yang berbasis kajian akademik dan sangat modern yang diajarkan dalam Islam.

Jadi lalu kemudian itu ada pohon, penghijauan selain tanaman produktif. Lalu kemudian kedua, an-nasal, an-nasal di sini dimaksudkan adalah reproduksi dan garis keturunan, kalau diaplikasikan kepada binatang ternak, maka ini sektor peternakan, perkebunan dan pertamanan dan binatang-binatang piaraan itu harus ada di dalam lingkungan kita.

Kemudian kalau an-nasal yang dimaksudkan adalah garis keturunan manusia, maka mereka harus menjaga seluruh garis keturunan dan diidentifikasi secara kekeluargaan.

Jadi tidak boleh memutuskan tali silaturahmi berbasis hubungan darah, tetapi mereka kebalikan, tidak mengenali bapak, itu biasa bagi mereka, tidak mengetahui siapa ibunya itu biasa bagi mereka, dan tidak ada silaturahmi antara orang tua dengan anak dengan istri, itu biasa di kalangan mereka, sehingga mereka tidak peduli…………, yang penting mana yang menguntungkan itulah orang dekatnya yang tidak menguntungkan malah menjadi beban itu tidak boleh menjadi orang dekatnya. Mereka menghindari yang penyebabnya, dan hanya mencari siapa yang menguntungkan.

Dalam Islam tidak, kalau kita harus menanggung beban maka Allah akan membantu kita, kalau kita bisa meringankan orang maka Allah akan menggandakan apa yang kita miliki, kalau kita menyambung silaturahmi maka Allah menjanjikan sejumlah balasan dan rahmat-Nya.

Jadi solidaritas dan solidaritas sosial itu menjadi sebuah indikator keberhasilan keimanan dan keislaman kita, jika invidual berarti itu tidak mencerminkan keislaman dan keimanan kita, kehidupan yang individualis, bukan begitul Islam. Maka mereka lebih berorientasi individualis dan selalu mengeksploitasi dan mengeksplorasi segala hal yang untuk kepentingan dia tanpa menjaga keseimbangan, dan tanpa menjaga bahwa Allah yang menciptakan keseimbangan dan jangan kalian abaikan keseimbangan yang Allah ciptakan.

Allah tidak menyukai kerusakan, ini di ayat ke-205, kemudian ayat ke-206 disebutkan:

QS. Al-Baqarah (2): 206. wa iż ā qīla lah u ttaqi llāh a akh aż at -hul-‘izzatu bil-iṡ m i fa

 ḥ as bu hụ jah an n am , wa labi`s al -m ih ād [Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh (Jahanam itu) tempat tinggal yang terburuk.]

QS. Al-Baqarah (2): 207. wa minan-n ās i m ay yas yr ī n afs ahu btigā`a m ar ḍātillāh ,

 wallāh u r a`ụ fu m bil-‘ibād [Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba- hamba-Nya.]

QS. Al-Baqarah (2): 208. yā ayyu h allaż īn a ām anu dkh u lụ fis -s ilm i kāffataw wa lā

 tattabi ‘ụ kh u ṭu wātis y-s yaiṭān , in n ah ụ laku m ‘adu wwu m m u bīn [Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.]

QS. Al-Baqarah (2): 209. fa in zalaltum mim ba’di m ā jā`atku mu l-bayyin ātu fa’lam ū

 an n allāh a ‘az īz u n ḥ akīm [Tetapi jika kamu tergelincir setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepadamu, ketahuilah bahwa Allah Maha-perkasa, Mahabijaksana.]

QS. Al-Baqarah (2): 210. h al yan ẓ ur ụ n a illā ay ya`tiyah u m u llā h u fī ẓ u lalim m in al-

 gam ām i wal-m alā`ikatu wa qu ḍiyal-am r , wa ila llāh i tu r ja’u l-u m ụ r [Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu kecuali datangnya (azab) Allah bersama malaikat dalam naungan awan, sedangkan perkara (mereka) telah diputuskan. Dan kepada Allah- lah segala perkara dikembalikan.]

Perintah bertakwa, jika dikatakan,”Bertakwalah kepada Allah  jangan membikin kerusakan di sektor pertanian, di sektor perkebunan dan pertamanan dan lingkungan.” Perintahnya bertakwalah kepada Allah dalam menjaga itu, atau bertakwalah kepada Allah dalam keseimbangan, pemeliharaan hewan, baik hewan ternak maupun hewan non ternak sehingga ada tanaman dan pepohonan ada, sehingga tatkala hewan ini dijadikan topik, mereka justru bangga dengan teori pelanggaran dan pengabaian kepada ini semua, seolah-olah itu bukan merupakan keharusan.

Jadi perbuatanan Dosa dalam merusak lingkungan, perbuatan dosa dalam menata kehidupan itu bagi mereka justru menjadi kebanggaan. Ini juga dimaknai dengan ayat sebelumnya, jika dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya lagi, yaitu dia bangga dengan cara penampilan yang berbeda antara yang diucapkan dengan apa yang ada di dalam hati. Itu tidak dibenarkan, kata Rasulullah,”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir kalau berkata-kata maka pilihlah kata-kata yang baik dan yang benar, atau lebih memilih diam jika tidak bisa mengartikulasikan dengan baik dan tidak bisa memilih topik yang benar.”

Nah jadi mengucapkan yang menyimpang dari norma dan berbeda dengan isi hati, itu berpotensi untuk menimbulkan dosa, tetapi kalau diingatkan justeru kebanggaannya dia ngomong yang berbeda-beda, beda segmen yang diajak bicara, beda pula yang dikatakannya. Di sini dia mengatakan dengan pendekatakan A, di sebelah sana dia ngomong B, disebelah sana dia dengan pendekatan  C.

Jadi selalu ada split personality. Itu jika dia tidak sengaja split personality, jika dia rancang maka orang akan mengatakan dia licik betul dan dia akan dikatakan bahwa omongannya tidak bisa dipegang.

Ini adalah perbuatan dosa tapi mereka bangga bisa mengelabui, karena ini dikelabui, ini dikelabui, itupun satu indikator yang Allah buka di hadapan publik atau Allah pertontonkan tentang siapa sesungguhnya dia. Orang beriman tidak boleh seperti begitu, immah dia ngomong yang baik dan yang benar atau dia diam.

Jadi dia tidak bisa dia mengelabui di sina sini, Imam Syafi’i mengatakan bahwa kita selalu berupaya menyenangkan berbagai segmen dan berbagai komunitas, targetnya adalah menyenangkan masing-masing, tetapi yang paradoks yang dimaksud dengan untuk mendapatkan keridhaan dari Allah.

Menyenangkan orang tetapai membuat Allah marah, maka untuk membuat semua orang senang dan untuk membuat semua orang puas itu adalah agenda yang tidak mungkin bisa direalisasikan, tetapi kalau keridhaan Allah itu terukur, karena Allah sudah menjelaskan apa saja yang diridhai dan apa saja yang tidak ridhoi. Sepanjang kita ada dalam koridor yang diridhoi Allah maka kita berhasil.

Adapun keridhoan manusia masing-masing punya selera yang beda-beda, sehingga tidak mungkin menyenangkan semua orang. Nah ini jika dikaitkan dengan ayat ke-200 sekian, jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya tentang ibadah haji, tentang puasa maka mereka bangga saat tidak berpuasa, dan mereka bangga saat tidak merasa tidak nyaman dengan penataan saat berhaji, mereka bangga saat tidak salat, malu kalau bersama orang-orang yang beriman, dan salat. Kata Ebiet adalah bahwa mereka bangga dengan dosa-dosanya.

Jadi yang bangga dengan dosa-dosa, maka Allah mengatakan fahasbu jahanam, maka cukuplah neraka yang akan menunggu dia, dan itulah tempat yang paling buruk untuk last destination tempat akhir dari petualangan hidup kita.

Ini satu tipologi orang yang berbasis ucapan dari ayat ke-204 s/d 206, ini tipologi orang yang bisa diidentifikasi berbasis ucapan, ada lagi tipologi orang yang berbasis orientasi hidup. Mungkin dia tidak ngomong banyak, tetapi dia care dan tidak mau memberikan perhatian pada tema-tema non komersial, ada untung tidak, tidak ada ya sudah pergi, ada bisnisnya tidak, tidak ada ya sudah tinggalkan.

Jadi kalau diajak membahas topik yang bersifat supranatural tentang Allah, tentang ibadah dan tentang ……….., itu tidak masuk di kepala dia, dia tidak mau. Jadi disebutkan di antara manusia yang berorientasi hidupnya justru memburu keridhaan Allah dan bukan memburu kepuasan diri kita sendiri, kepuasaan diri kita nanti akan diganti oleh Allah, nanti tatkala kita sudah on track dalam keimanan kita, dijanjikan Allah akan memberikan kehidupan dengan taraf hidup baik.

Antara yang baik ini standartnya kata Rasulullah kekayaan yang tidak terhingga itu adalah satiscfaction tatkala dia puas,”Barangsiapa yang tidak puas dengan nominal yang banyak maka dia tidak akan pernah puas dengan nominal yang kecil, barangsiapa yang bisa mengakui peran orang dalam nominal yang kecil maka dia dia akan tetap mengakui peran orang lain di nominal yang besar, barangsiapa yang tidak bisa mengakui peran pihak-pihak lain di dalam nominal yang kecil maka dia tidak pernah  bisa  bersyukur.”

Begitula para ulama kita membuat ringkasan tentang masalah perilaku Innerbeauty kita, yang orientasi hidupnya adalah untuk mendapatkan marthotilah itu tidak harus dalam penampilan apa adanya, boleh saja dia menjadi elitis dan menjadi orang kalangan elit, tetapi orientasi hidup marthotilah.

Jadai jangan terjebak oleh penampilan dan gaya hidup mereka, itu kadang- kadang orientasi kerja penampilan dan gaya itu dia sedang apa, apa yang harus dilakukan maka dia tampil sesuai dengan kinerja yang ada di lapangan, tetapi mereka menegasikan hidupnya dalam mencari matoltilah.

Ada lagi kebalikan, tampailannya sangat religius, tetapi orientasinya adalah popularitas dan elektabilitas. Jadi ada yang tampil sangata religius tetapai orientasinya adalah untuk popularitas dan elektabilitas.

Jadi itu tidak boleh kita melihat di tampilan luarnya, tetapi kita harus dekat untuk memahami arah berpikirnya mereka, kemudian karena disparitas yang tadi, kita diperintahkan oleh Allah untuk ya ayyuhalladzina amanu, Wahai orang-orang yang beriman maka hendaklah engkau beragama………… Itu secara komprehensif jangan parsial, komprehensif itu meliputi keimanan yang mendalam.

Iman yang mendalam itu harus memiliki landasan akademik. Jika iman kita landasananaya klenik nah ini dia tidak akan bisa istiqomah, tidak akan bisa kesinambungan ibadahnya, dan aktivitas keagamaannya akan hilang dengan hilangnya klenik yang dia idolakan.

Tetapi kalau berbasis landasan akademik maka konsistensi dan keistiqomahan dia itu adalah panggilan hati dan menerima rasio. Disinilah keistiqomahan itu bisa dijaga, maka kita saksikan banyak orang-orang yang begitu tampil religius performannya dan tetapi tatkala berfikit kepada tema-tema yang dijadikan bukti dia harus beriman selalu kepada tema-tema yang klenik saja, yang tidak berbasis rasional. Dan nanti begitu ada yang oportunity yang berbeda maka dia akan berubah, akan ganti performance, dan akan ganti orientasi hidup.

Tetapi kalau keimanannya berbasis wawasan keilmuan dan riset penelitian dan satisfied secara intelektual, maka dia akan berpeluang menjadi orang istiqomah akan

menjadi tinggi, karena selain hati, pikirannya sudah oke. Lalau dia sudah mengeksesais seluruh apa yang diajarkan, sehingga tidak membuat spesialis di bidang teori dan cara pandang, tetapi tidak menjadi praktisi. Nah kalau hanya menjadi analis dan ahli di bidang teori tetapi tidak menjadi praktisi dia baru beriman, tetapi dia tidak beramal sholeh, perintahnya aminu amanu wa amilus sholihati, beriman dan beramal sholehlah, kita menjadi praktisi.

Jadi kalau kita sudah masuk di sektor praktisi ibadah harus meningkatkan kualitas wawasan ilmiah kita, dalam keimanan harus meningkatkan kualitas ruhiyah kita di sektor keimanan, dan harus menata sircum stance agar menjadi nyaman. Karena kalau berangkatnya dari praktisi, kalau berangkatnya dari akademisi kita harus mengkorelasikan dengan Allah dalam hidup dan kemudian menjalankan apa yang diperintahkan.

Intronya boleh dari mana saja, boleh dari jadi background praktisi, boleh dari yang background sains, boleh dari yang background orang yang merasa seniman imajiner, selalu membayangkan dan mengasumsikan, ini pun boleh asalkan yang diimajinasikan dan yang diasumsikan adalah tentang apa yang Allah janjikan, bukan apa yang ditiapakan oleh setan, seperti disebutkan di dalam Surah Asy-Syuara.

Bagi orang yang memulainya dari sisi ruhi, dari sisi supernatural dia tidak boleh berhenti hanya di sektor itu, karena kepuasan batin, tetapi dia juga harus mengembangkan diri hingga kepuasaan intelektual dan kepuasan lapangan dan kepuasan experience, sehingga Islam tidak boleh memilih salah satu. Jika itu adalah tentang diri kita, kita harus memahami pekerjaan bahwa ini ranahnya hati, pekerjaan ini ranahnya rasa dan citarasa, pekerjaan ibadah ini ranahnya otak dan pemikiran.

Jadi semuanya harus diisi jangan ada rongga yang kosong dalam diri kita, sangat tinggi sebagai seorang praktisi tetapi kosong rohaninya, rohaniawan tetapi tidak bekerja lapangan, akademisi tetapi bukan praktisi ibadah, dia cuma pandai menganalisa dan mengamati dari kejauhan, tetapi dia tidak…….. Jadi ini semua kalau tentang diri, tetapi kalau ayat disebutkan,”Masuklah ke dalam ajaran agama Islam secara keseluruhan di sektor ajarannya.”

Kita sudah mendapatkannya dari surat Al-Baqarah ayat ke-205 sudah dijelaskan apa saja bidang-bidang yang………… Nah lalu kemudian kita membahasa ayat berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 211. s al ban ī is r ā`īla kam ātain āh um m in āyatim bayyin ah, wa may yubaddil ni’matallāhi mim ba’di mā jā`at-hu fa innallāha syadīdul-‘iqāb [Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Barangsiapa menukar nikmat Allah setelah (nikmat itu) datang kepadanya, maka sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.]

Sebelum kita masuk ke sini kita diperintahkan untuk mengkaji gaya hidup orang Yahudi, Bani Israil, bahwa tanya kepada orang-orang Yahudi kan, kita tadi disuruh harus dibikin komparasi bagaimana cara hidup Bani Isreal beragama.

Bagaimana cara orang Yahudi beragama, bagaimana gaya ahlul kitab beragama, kita tidak boleh meniru gaya ahli kitab, kita harus komprehensif dan terintegrasi, harus komprehensif dan integrative, tidak boleh dipisah-pisah dan tidak boleh tanpa sambungannya antara sais dengan iman tidak disambungkan, antara iman dengan amal

tidak disambungkan, antara amal dengan rasa, cita rasa tidak sambungkan, itu tidak boleh.

juga Jangan sampai tidak disambungkan antara salat dan perilaku sosial, antara zakat dengan berbhakti kepada orang tua birrul walidaini, dan jangan pula dengan kesantunan dengan kekuatan.

Kita diperintahkan santun tetapi bukan berarti harus lemah, kita harus tetap memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mempertahankan diri dan kalau perlu untuk melakukan agresi, tetapi kita tetap santun, tidak ada yang kita lakukan kecuali jika ada potensi ancaman.

Jadi kesantunan yang mencerminkan kekuatan, dan kekuatan yang diiringi dengan kelembutan dan kesantunan. Jadi kepribadian yang kuat, tetapi harus menjaga soliditas dan solidaritas sosial.

Jadi kombinasi yang terintegrasi ini hilang dari umat Islam. Inilah yang……….. Jadi kekayaan yang dilandasi kepedulian kepada lingkungan. Jadi peduli sama lingkungan, tetapi bukan berarti dia tidak boleh memiliki privilese, hal-hal yang spesifik untuk dirinya, terutama dalam hal hablumminallahnya.

Jadi Islam Itu adalah sebuah ajaran yang komprehensif dan integrated, Kita tidak boleh memotong-motong atau memecah-mecah. Kalau kita tidak bisa membayangkan Bani Israil, maka lihat bagaimana cara beragamanya orang Yahudi, betapa banyak ayat-ayat dan bukti-bukti dan firman-firman yang sudah diturunkan dan ditunjukkan kepada mereka, tetapi berapa banyak yang dia jalankan? Yang dia pilih- pilih berbasis subjektivitas dia.

Nah kita tidak boleh memilih ajaran agama berbasis subjektivitas kita, tetapi harus disebutkan, kalau orang Arab disuruh mengosongkan. Jadi kalau mau berinteraksi dengan Quran berinteraksi dengan agama allah kita harus dikosongkan dulu, jangan memiliki pilihan dulu, tetapi apa maunya Allah dulu, baru setelah kita jalankan, jalankan dulu apa yang Allah mau, jangan apa yang kita mau, apa yang kita minati, apa yang kita inginkan jangan itu dulu dijalankan, karena Allah sangat memahami perasaan kita, dan sangat memahami keinginan kita. Maka jalankan saja, laksakana saja, dan kumandangkan saja apa yang diperintahkan oleh Allah, jalankan saja apa yang diwahyukan.

Ini disebut dalam bahsa Arab tadi, bahasa lainnya adalah harus zero option, jangan memiliki pilihan dahulu, tetapi apa kata Allah, apa kata Rasul, keinginan kita di tahan dulu nanti akan mencukupi dan memenuhi apa yang kita inginkan.

Jadi kalau kita mengedepankan apa yang kita inginkan, subyektifitas kita ini seringkali destruktif, justru merusak tatanan berpikir kita dan merusak tatanan hati kita, dan merusak tatanan hubungan,”Kalau saya maunya ini saya tidak mau yang itu.” Mungkin dengan sesama kita boleh tetapi jangan dengan Allah, atau,”Saya kalau ini tidak mau.” Itu kalau sesama kita boleh, saat kita bertransaksi dengan sesama kita, tetapi kalau dengan Allah jangan, karena Allahlah  pemilik segala-galanya.

Tetapi orang Yahudi, Ahli kitab mengedepankan apa yang dia mau, yang dia tidak mau diserahkan kepada utusan Allah dan nabi Allah, dan itu sudah dijelaskan kisah panjang tentang Bani Israil di dalam surah Al-Baqarah dari ayat ke-121 hingga aya ke-140 saat itu, dijelaskan tentang semua gaya hidup mereka. Maka jita disuruh,”Kau baca ulang nanti akan…………” Lalu Allah mengatakan dalam ayat berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 212. z u yyin a l illaż īn a kafar u l -ḥ ayātu d-dun-yā wa yas kh ar ụ n a

 m in allaż īn a ām an ụ , wallaż īn attaqau fau qah um yau m al -qiyām ah , wallāh u yar z u qu

 m ay yas yā`u bigair i ḥ is āb [Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir, dan mereka menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.]

Bahwa,”Barang siapa yang mengganti nikmat yang telah Allah berikan, nikmat itu adalah nikmat hidayah, nikmat kedatangan Nabi Muhammad, itu adalah Firman Firman Allah yang sampai kepada kita, sabda-sabda-nya sampai kepada kita disebutgkan,”Barang siapa yang mengganti itu dengan hasrat dan selera dan ambisi pribadinya setelah dia menerima dan sampai kepada dia lalu dia menganti sesungguhnya Allah kalau menghukum  maka hukum-Nya tidak ada duanya.”

Begitulah penutup dari rangkaian yang dimulai dari ayat ke-1 hingga ayat ke- 210, yang ditutup disebutkan bahwa kita disuruh membuat studi komparasi.

Jadi dalam studi komparasi membaca keburukan cara orang-orang yahudi, ahli kita beragama bukan mengagumi kinerja mereka, tetapi untuk memahami keburukan mereka. Kalau kita mengagumi kinerja mereka, nanti kita akan menjadi orang yang sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 120. wa lan tar ḍā ‘an gkal-yah ụ du wa lan -n aṣ ār ā ḥ attā tat tabi’ a

 m illatah u m , qu l in n a h u dallāh i h u wal -h u dā, wa la`in ittaba’ ta ah wā`ah u m ba’dallaż ī

 jā`aka m in al-‘ilm i m ā laka m in allāh i m iw wali yyi w wa lā n aṣ īr [Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.]

Bahwa,”Wa lan tarḍā ‘angkal-yahụdu wa lan-naṣārā ḥattā tattabi’a millatahum………..” Sekarang dengan keseimbangan kekuatan global Rusia mulai membongkar melalui media, dengan membuka kebohongan-kebohongan barat dan Amerika. Seluruh jaringan media Rusia selama ini diblokir, setelah itu saya penasaran saya ikuti sebelah yang dikhawatirkan tentang media Rusia ternyata Rusia selalu membuka sejarah dan analisa dari sisi yang berbeda tentang sejarah pertempuran internasional, perdagangan antarbenua dan antar etnik dilakukan mereka…………

Jadi kebohongan-kebohongan yang selama ini dikatakan baik oleh mereka itu ternyata adalah penipuan mengelabui kita. Jadi hampir semua kebohongan itu dibongkar oleh Rusia, termasuk termasuk skanal-skandal serius sekarang sudah mulai mencuat di lapangan.

Itu adalah yang maka disebutkan,”Barangsiapa yang mengganti dampaknya akan menimbulkan kerusakan diberbagai sector, lalu Allah mengatakan apa yang melatarbelakangi mereka melakukan itu?” Kembali strategi setan disebutkan bahwa,”Mereka ingin menikmati keindahan dunia.” Dia tidak menyadari bahwa jangankan keindahan dunianya yang terbatas, tetapi kemampuan kita menikmati pun limited.

Jadi Allah sudah membuat siklus kemampuan kita menikmati pun terbatas, di masa muda kita apa yang kita tidak bisa nikmati, sekarang sudah tidak bisa lagi kita nikmati, padahal kita masih hidup, di masa kita sedang di seputar berapa puluh tahun lalu, di usia ke-30 atau 40 tahun, betapa gemerlapnya hidup kita, bisa menikmati segalanya, tetapi sekarang usia kita di atas 50 tahun, sudah tidak bisa lagi bisa menikmati era yang kita di usia 30-an tahun dahulu, belum lagi nanti kita sudah berusia lewat 60 tahun, akan sudah beda lagi.

Maka Islam memberikan sebuah penjelasan, Rasulullah mengatakan,”Usia muda sebelum usia tua, karena usia muda sudah akan habis, di usia matang usia 30- 40 tahun ini akan berbeda justeru kita diperintahkan mengevaluasi diri sebelum usia lanjut yaitu lansia kita.”

Jadi Rasulullah bahkan di usia muda keunggulan kalian adalah kekuatan fisik, di usia yang medium 30 40 tahunan klasemen seputar usia 40 tahun adalah keunggulan akademik. Di usia di atas 60 tahun adalah keunggulan rohani.

Maka kita harus menjaga ruhiyah kita sejak awal, karena itulah yang akan kita nikmati di usia 60 tahun keatas, dan disebutkan dalam hadits, bahwa kemampuan intelektual kita yang kita nikmati di usia 30 tahun, 40 tahun di seputar ini itu dikatakan oleh  Imam  Syafi’i  dan  itu  menjadi  kebijakan  Rasulullah,  edukasi  di  usia  dini, pendidikan di usia dini, Imam Syafi’i mengatakan,”Belajar diwaktu kecil diwaktu mufa itu sama dengan menulis di atas batu, tetapi belajar di usia senja seperti menulis diatas air.” Ali bin abu thalib mengatakan,”Ilmu itu adalah seperti binatang buruan, maka kau tidak bisa menembak saja atau bisa memanah saja, tetapi hasil buronanmu harus kau  ikat,           maka   ikatlah                buronanmu                    dengan          catatan.” Dulu kita kan tanpa mencatat bisa hafal, di usia kita memori kita menurun. Jadi dikatakan bahwa memori kita itu sampai di usia 40 tahun itu masih throwing kita setelah di usia 40 tahun sudah flek, yang dikhawatirkan mulai drop, di usia berapa drop?

Disitulah kita harus paham, kapan dia harus dijaga.

Jadi maksudnya dunia saja, kehidupan kita ini saja ada rise and fall, ada yang bangkit dan ada yang anjlok, kita tidak bisa menikmati, maka bagaimana kita merasa ini adalah yang harus habis-habisan kita peroleh? Di akhirat nanti tidak ada rise and fall, semuanya establish dan yang semuanya bahkan meningkat terus tidak ada jatuhnya, kholidina fiha abada mereka kekal di dalamnya dan untuk selama-lamanya.

Jadi tidak ada lagi fluktuasi dan tidak ada lagi dinamika lapangan, itulah nanti diakhirat, kehiduapan yang fluaktifi ini yang kita anggap indah dan permanen ataukah kehidupan yang dijanjikan oleh Allah yang ingin kita raih? Orang banyak yang berjebak, yang berpikirnya short time, yang dikatakan bahwa orang-orang tidak cerdas, kata Rasulullah bahwa,”Orang yang tidak cerdas adalah hanya dunia oriented, adapun orang yang cerdas adalah orang cerdas dalam perspektif Islam adalah mereka yang menata kehidupannya untuk sesudah kematian nanti.”

Begitulah sehingga mereka dia hanya dengan keindahan kehidupan dunia, bahkan dia mengolok-olok orang-orang yang beriman yang tidak punya orientasi hidup duniawi seperti mereka, dan adapun orang-orang yang bertakwa kepada Allah, merekalah yang akan unggul diakhirat, dan orang-orang kafir akan jatuh ke bawah,

Soal rezeky itu domainnya Allah, kita hanya ditugaskan untuk on track di jalur tempat rezeki, jangan sampai kita diluar jalur, jalur rezeki kita ada dimana, itulah yang harus kita ikuti nominal yang kita peroleh, itu ranah Allah, yang penting kita jalan menggunakan  apa  yang  kita  peroleh,  ada  di  dalam  jalur  nanti  Allah  yang  akan

menggandakan cara kita menikmati dan cara kita mengoptimalkan apa yang Allah berikan.

Jadi jangan sampai keluar jalur, jalur itu disebutnya siro, siro itu adalah mustaqim yang siratal mustaqim, jalan yang Engkau taburi nikmat. Begitu kita sudah on track, sudah Allah akan menaburi nikamt, jika kita masih di luar jalur ya sudah kita yang nampak gemerlap tetapi dia tidak bisa  mendapatkan……….

Makanya jangan sampai kita di jalur yang magdubi alaihim, jangan sampai berada di jalur yang dimurkai oleh Allah, begitu kita dimurkai oleh Allah maka prosedur mencarai rezeki dimurkai oleh Allah, prosedur mencari rezeki dimurkai oleh Allah, prosedur mencari kenikmatan dimurkai oleh Allah, celakalah kita.

Dan itulah maksudnya ahlul kitab dan yang menyimpang dari jalur yang telah ditetapkan, kita harus tetap on track menuju Allah, tatkala kita tetap on track menuju martotilah maka selebihnya akan diganti oleh Allah subhanahu wa ta’ala, Allahlah yang akan mengcover seluruhnya.

Sampai di ayat ke-212 Allah menjelaskan pilihan yang harus diambil oleh umat Islam setelah membuat studi komparasi gaya hidup beragama orang-orang yahudi, oang-orang ahli kitab, dan setelah Allah menjelaskan tentang peta demografis tentang cara manusia merespon Al-Quran, dan merespon agama Islam.

Berikutnya seperti dari Allah bercerita tantang sejarah nanti kita akan membahas pada hari berikutnya ayat ke-213, yang membahas tentang cerita sejarah reaksi dan respon manusia terhadap apa yang Allah tetapkan.

PERTANYAAN

Pertanyaan  (Bapak Yasril)

Satu pekan yang lalu saya mendapatkan kiriman buku dari teman pengarang itu bernama Lesley Hazleton, seorang Yahudi agnostik bukunya itu berjudul pribadi Muhammad, dan selanjutnya saya akan mendapatkan buku lagi dari hal yang sama, yaitu mengenai mentadaburi Al-Quran dari Yahudi diagnostik juga, terus saya ingat dulu digrup itu ada lagi postingan mengenai seorang Yahudi dari Jerman, peenulis hafal 30 juz 30 juz dan lain-lainnya akhirnya saya buka di forum yang lain di text box ternyata Lesley hazleton juga itu dia life seminar itu menerangkan surah Al-Fatihah, dan Al-Baqarah dengan kondisi dia tidak memakai hijab, dan dia di awal seminar untuk menyatakan saya ini Yahudi agnostic.

Pertanyaannya fenomena riset dari orang-orang Yahudi atau ahli kitab yang lainnya mengenai Al-Quran, pribadi Muhammad dan di buku itu saya baru baca 50 halaman dan itu sangat komprehensif. Pertanyaannya boleh tidak kita membaca mengadopsi menjadikan referensi riset-riset dari orang-orang Yahudi atau Ahlul kitab mengenai agama Islam ini, atau itu memang harus kita buang tanpa kita hiraukan saja. Segitu saat saya khawatirnya dengan era anak-anak yang sekarang yang mungkin mereka juga turut mengkonsumsi prodak-prodak riset dari ahli kitab tersebut.

Jawaban

Di dalam ayat-ayat yang dari ayat ayat ke-40 sampai ke-141 itu menjelaskan tentang karakter ahli kitab, jangankan kita, Allah saja dikibuli oleh mereka.

Dia mengatasnamakan Allah padahal bukan dari Allah, jadi kita harus cermat dan harus waspada dalam membaca karya dan produk mereka, karena mereka sudah dijelaskan,”Kalau kembali ke komunikasi mereka beda yang diucapkan dengan tatkala bertemu dengan orang-orang beriman, waidal aku ladzina amanu………… Jadi mereka punya punya karakter dan punya perilaku yang Allah memerintahkan kita waspada, bahkan tidak tahu Allah akan mempertontonkan isi hati mereka.

Jadi sebagai referensi sekunder boleh tetapi, tetapi sebagai referensi primer tidak boleh dipakai dari mereka. Jadi referensi primer kita adalah dari Al-Quran, dari Rasulullah dan dari para sahabat yang terpercaya. Karena ada yang devensisi sahabat nabi yang hidup bersama Rasulullah tidak dapat dipercaya, seperti di situ ada Abdullah ibnu Ubay bin Sahul, dia namanya Abdullah artinya hamba Allah. Dia dedengkot orang munafik. Dan di situ ada orang-orang ahli kitab yang nabi saja dikhianati, lalau bagaimana dengan kita.

Allah saja yukhodiunallah……….., Allah sudah menjelaskan awal Surah Al- Baqarah.

Maka kita harus penuh kewaspadaan tatkala kita membaca tentang mereka, harus berhenti disetiap topik untuk kita croschek dengan perintah Al-Quran.

Maka memang mereka sangat mengagumkan, makanya akan dijelaskan, bahwa,”Kalau berkata-kata, kalau mengartikulasikan sesuatu, mereka sangat mempesona dan sangat mengagumkan.” Bahkan itu ucapannya,dan fisiknya pun disebutkan dalam ayat berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 204. wa minan-nāsi may yu’jibuka qauluhụ fil-ḥayātid-dun-yā wa yusy-hidullāha ‘alā mā fī qalbihī wa huwa aladdul-khiṣām [Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras.]

Jika engkau melihat penampilan mereka, penampilan mereka sangat mengagumkan, jika dia berkata-kata kau akan hanyut dengan artikulasi dan narasi yang mereka buat.

Jadi yang berorientasi kepada narasi dan artikulasi itu bukan standar islam, tetapi Islam substansinya adalah Rasulullah mengatakan,”Lihat apa yang diucapkan substansinya Jangan melihat bagaimana cara dia mengucapkan.” Kalau kita terjebak kepada narasi dan terjebak kepada penampilan itu bukan standart yang bisa kita………, maka kita akan menyimpang dari kebenaran yang didatangkan.

QS. Al-Munafiqin (63): 3. żālika bi`annahum āmanụ ṡumma kafarụ fa ṭubi’a ‘alā qulụbihim fa hum lā yafqahụn [Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka dikunci, sehingga mereka tidak dapat mengerti.]

Jadi mereka sangat mempesona di berbagai sector, padahal mereka adalah orang-orang yang hanya menyandarkan seperti pelepah korma yang disandarkan ke

sesuatu, dan sandarannya ini rapuh. Jadi mereka tidak memiliki basic argumentasi yang bisa dipertanggungjaabakan di depan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka Allah mengatakan disebutkan dalam ayat berikut:

QS. At-Tur (52): 35. am khuliqụ min gairi syai`in am humul-khāliqụn [Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?]

Disurat At-Tur disebutkan dalam ayat berikut bahwa,”Allah menyuruh kita” ala kulli syai-in……….. ini tentang asal-usul dan tentang diri kita, apakakah dia diciptakan tercipta begitu saja tanpa proses, ataukah mereka mampu menciptakan? Apakah mereka punya peran dalam penciptaan.” Inikan dia hanya menata saja, apakah dia punya peran dalam penciptaan langit dan bumi? Apakah dia yang memegang pundi- pundi kekayaan Allah, ataukah apakah mereka dijatah oleh Allah subhanahu wa ta’ala? Apakah dia punya anak tangga yang khusus, yang merupakan jaringan khusus untuk mengakses pesan-pesan Allah, sehingga dia bisa mengklaim dirinyalah orang yang paling benar?

Jadi Allah memperkarakan referensi mereka, bahkan tentang status dan referensi mereka disebutkan, ada ayat yang menjelaskan. Jadi kita diperintahkan untuk menelusuri referensi dia dulu di tahun 1994, seperti ini trjadi di Taman Ismail Marzuki pernah ada debat tentang diri seseorang Doctor Daud Rasyai Sitorus dengan Nurcholish Madjid, berdebat tentang karya ilmiahnya Nurcholish Madjid dan Nurcholish Madjid dipermalukan di depan para akademisi, karena Daud Sirotus ini membaca seluruh referensi keagamaan yang ditulis Nurcholis Madjid, dan ternyata yang disebut dan yang menjadi rujukan itu adalah tidak menyajikan secara objektif dari referensi yang berikutnya. Jadi dia pilih mana-mana yang cocok dengan buku maka inilah yang dijadikan rujukan oleh Nurcholish Madjid.

Daud Sitorus menyajikannya secara utuh dua-duanya dan Nurcholish Madjid tidak bisa berkata-kata, saat itulah Nurcholis Madjid dipermalukan di kalangan para akademisi.

Ini salah satu peneliti yang meneliti tentang rangkaian referensi akademik yang mereka miliki, ternyata bohong, ada lagi theisis tetapi belum terjemahkan, tulisan seorang doctor yang membuat tehsis S1-nya di Inggris, dia orang Sudan, dan dia menulis tentang rangkaian buku-buku yang sudah diapprof secara akademik seluruhnya karya-karya orang Yahudi tentang Nabi Musa, ternyata bohong semuanya.

Jadi mereka berdusta tentang agama mereka sendiri, maka bagaimana dia bisa dipercaya untuk berbicara tentang agama kita. Itu tentang Nabi Musa, ini tentang bahkan di dalam thesis mereka mengatakan bahwa kisah eksodus itu kisah kehadiran Nabi Musa di kerajaan Mesir itu tidak tercatat di dalam sejarah Mesir,

Sehingga itu tentang mitos tentang…………, bahkan disebutkan bahwa lauh yang diturunkan waktu Samiri menjadikan emas sebagai patung itu kan Nabi Musa mendapatkan wahyu dalam bentuk lauh, lauh itu seperti adalah semacam papan yang tertulis itu hanya dianggap mitos. Jadi dia membongkar thesis-thesis orang-orang Yahudi tentang agama mereka sendiri, dan kemudian dia membongkar tentang thesis- thesis orang Yahudi tentang agama Nasrani, bahkan merekalah yang berencana membunuh nabi Isa gagal, tapi mereka mengaku berhasil, dan kemudian tatkala untuk

terkuat konspirasi di balik itu, maka    dia memutar kata-kata bahwa sesungguhnya kehadiran Nabi Isa itu adalah untuk menebus dosa.

Maka memang itulah tujuan akhir hidup Nabi Isa yaitu mati disalib, untuk menebus dosa kalian. Maka termasuk dosa dia pun (yang membunuh)  akan diampuni. Jadi tidak boleh dihukum, jadi dia yang membunuh nabi tetapai tidak boleh dihukum.

Sehingga semua orang mempercayai Teori ini dan Kristen ortodoks dia punya konsep sendiri, dan beda dengan ……

Jadi kalau tentang agama mereka mereka berbohong tentang Nabi mereka sendiri, mereka berbohong tentang agama Nasrani yang mereka diturunkan,”Ya Bani Israil.” Itu kata Nabi Isa, mereka berbohong dan menipu, lalu kemudian dengan Islam.

Jadi cukuplah Allah sudah menjelaskan perilaku mereka. Jadi kita diperintahkan untuk berhati-hati dan cermat, tidak boleh menaruh kepercayaan terlalu cepat sebelum mengckroschek dan sebelum memverifikasi apapun yang mereka katakan. Karena jangankan kita Nabi saja dikibuli, jangankan kita Tuahan pun mereka bohongi, lalu apalagi yang mau kita percaya pada mereka?

Maka apa lagi yang kita haraakan dari mereka. Walaupun ada sahabat nabi yang masuk Islam tetaai itu direkomendasikan dan ditunjukkan dan dibuktikan dulu keislamannya.

Walaupun ada ahli kitab yang menangis dan kemudian menjadi sahabat nabi dan dia all out berjuang bersama Rasulullah, tetapai jumlahnya tidak banyak dibandingkan dengan yang ini…………. Jadi kita cermati saja dan kita kaji dan bagaimana analisa orang lain terhadap buku dia, para akademisi dan saintis lain, bagaimana membaca buku dia, nanti dia akan menemukan sejumlah kejanggalan disektor aqidah, kejanggalan di sektor…….

Umapamanya begini ada kalimat “terasa indah bahwa Idul Adha berqurban itulah kunci dari seluruh persahabatan dan persaudaraan dalam Islam”. Dan itulah landasan ukhuwah Islamiyah, mau berqorban karena tampil di sana dan kunci,”Indahkah ……..” Pada hala salah.

Kita lihat, ini tahun berapa diperintahkan untuk berqurban dan tahun berapa diperintahkan untuk menyembelih dan tahun berapa persahabatan itu dibangun dan tahun keberapa dari kehidupan Rasulullah dulu? Kan di tahun ke-13 Hijriah maka di situlah Rasulullah memerintahakan konsep persahabatan, belum ada perintah berqurban saat itu. Lalu selagi di Madinah Rasulullah mengatakan begitu, lalu kemudian kalau qurban itu adalah kunci dan landasannya, tetapi Allah mengatakan,”Jika materi yang kau jadikan acuan untuk persahabatan dan ukhuwah islamiyah akan habis dan kau tidak akan berhasil.”

Ini ayat al-Quran, retorika dan agitasinya sangat menarik, kesiapan berkorban untuk berkorban inilah kunci dalam persahabatan, indah betul kalimatnya. Ini menyadur dari mereka bukan dari agama kita, agama kita tidak begitu.

Jadi begitulah permainan kata-kata itu, itu sangat mengagumkan, agitasi, dan narasi, tetapi itu bukan sesuatu yang membuat kita harus hanyut, karena yang harus dicek ke substansinya, ada tidak rujukannya dalam Al-Quran, adakakah tidak rujukannya dari Rasulullah? Begitukah dulu para sahabat mengimplementasikan. Kalau tidak berarti dia bukan, dia hanya mencari dalil mendalili konsep dan quote yang dia inginkan, mencari dalil bukan melaksanakan dalil, mendalilli bukan mengimplementasikan. Jadi mencari dalil atas ide-idenyna.

Begitulah gaya hidup orang Yahudi dan ahli kitab dalam mengaktualisasikan agamanya. Kata Allah,”Ikuti saja apa yang diwahyukan.” Dan disebutkan bahwa,”Jika kalian mencintai Allah ikutilah saya kata Rasulullah.”

Jadi tentang Allah kita harusnya punya landasan akademik untuk mengimani, tentang Rasulullah kita harus memiliki landasan akademik untuk mengimani, tentang ajaran, refensisnsya kita merujuk apa kata Allah dan apa kata Rasululullah, walaupun kita diperintahkan untuk mencari tahu apa yang membuat itu disyariatkan. Saat belum menemukan, kenapa itu disyariatkan? Tidak boleh kita mengingkari karena referensinya itu sudah clear sumbernya dari Allah dan Rasul.

Biarkan generasi berikut yang menemukan apa alasannya. Salah satu diantara yang sampai hari ini belum ada akademisi yang membahas, mungkin iya tetapi saya belum tahu bahwa hampir semua ayat Quran mengatakan kulu wasrobu kalau pakai menikmati sesuatu “makan dulu dan minumlah”,  makan dan minum.

Decara bahasa kalimat “wa” itu tidak menyebutkan urutan, boleh minum dulu, boleh makan dulu, tetapi tidak pernah ada ayat Al-Quran yang mengatakan minumlah dan makanlah. Apa rahasia dibalik itu, belum ada penjelasannya.

Lalu apa penjelasannya tatkala hadas kecil kita buang angin dan atau kita buang air kecil atau buang air besar, kan teritorial pelepasan itu ada di sebelah mana, tetapi yang harus dibasuh supaya bisa salat itu di tempat lain organ tubuh kita, wajah apa hubungannya, di sebelah mana, sebelah sini.

Bahkan Ali bin Abi Tholib tatkala tidak menemukan, tarkala Ali sudah mengenakan sepatu berseragam militer di perjalanan atau mungkin berseragam sipil yang tidak bisa melepaskan sepatu, lalu,”Kashul khuffain………” disebutkan oleh Ali. Jadi omongan Ali bin Abi Thalib,”Kalau saja agama itu boleh dengan kalkulasi logika, maka mengusap bagian bawah sepatu saat berwudhu, tanpa melepas sepatu itu dicuci di bawah sepatu itu lebih utama daripada mencuci bagian atasnya.”

Kan tatkala kita berwudhu semuanya sudah ke tinggal, sementara kita tidak ingin melepaskan kaos kaki kita, diatasnya saja diawahnya tidak usah. kata Ali bin Abi Tholib kalau dia pakai rasio, bahwa,”Dibawahnya yang lebih utama tetapi karena saya melihat Rasulullah SAW mengusap bagian atasnya Ya sudah mengusap bagian atasnya.” Inilah Ali bin abi Thalib.

Lalu kemudian di Umar Bin Khattab saat tawaf dia harus mencium Hajarul Aswad, dia berhenti tidak segera mencium dia berkata,”Demi Allah sesungguhnya Allah mengetahui dan saya pun mengetahui bahwa engkau hanya sebongkah batu yang tidak berbeda dengan batu-batu yang lain, kalau saja saya tidak melihat Rasulullah mencium engkau maka saya tidak sudi mencium engkau, sebuah batu.” Lalu diapun mencium seperti doa yang diajarkan oleh Rasulullah, dan mencium Hajar Aswad seperti Rasulullah menciaumnya.

Jadi itu orang-orang yang sangat rasional dan para decision maker semua, dan begitu cara dia mengambil keputusan karena Rasulullah begitu ya sudah ikut Rasulullah saja, itulah ibadah, sementara ahli kitab kalau menguntungkan dia mau kalau tidak menguntungkan dia tidak mau, maka turunlah ayat disebutkan berikut:

QS. An-Nisa (4): 150. innallażīna yakfurụna billāhi wa rusulihī wa yurīdụna ay yufarriqụ bainallāhi wa rusulihī wa yaqụlụna nu`minu biba’ḍiw wa nakfuru biba’ḍiw wa yurīdụna ay yattakhiżụ baina żālika sabīlā [Sesungguhnya orang-orang yang ingkar kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud membeda-bedakan

antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” serta bermaksud mengambil jalan tengah (iman atau kafir),]

QS. An-Nisa (4): 151. ulā`ika humul-kāfirụna ḥaqqā, wa a’tadnā lil-kāfirīna ‘ażābam muhīnā [merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu azab yang menghinakan.]

Bahwa,”Apakah kalian hanya ingin mengimani sebagian dan    mengingkari sebagian yang lain, apa balasan bagi orang yang bertindak seperti itu kecuali kehinaan di  dunia  kemudian  nanti  di  akhirat  dia  akan  di  masukkan  neraka  jahannam.”

Begitulah cara mereka. Maka referensi kita adalah sahabat nabi, referensi kita adalah ulama yang muktabar. Dahulukan yang ini jangan terjebak membaca yang mereka punya. Memang ada studi komparasi tetapi itu sekunder bukan primer. Yang primer ini adalah Allah, Rasulullah, para sahabat nabi, para ulama yang muktabar, ulama yang disepakati oleh para ulama bahwa mereka adalah rujukan.

Kalau ada yang kurang-kurang sedikit kita objektif kekurangannya di sektor apa. Jangan menegasikan kedudukan Imam Ghozali hanya lantaran dia menukil hadis dhaif, ada sahabat yang menukil hadits dhaif. Maka jangan karena dia menukil haditt dhoif lalu kia menegasikan keseluruhan  kedudukan Imama Ghazali, tidak.

Imam-imam mazhab ada yang landasananaya dibantah oleh para ulama berikutnya, jangan menegasikan peran mereka, berapa persen yang bisa dibantah dan berapa persen yang benar.

Jadi objektifitasa kita itulah disebut ulama muktabar. Jadi begitulah dahulu yang ini didahulukan dari Allah, Rasulullah, para sahabat, baru mencari tahu melongok mereka. Jadi justeru kajian utamanya mereka adalah referensi dari Yahudi.