Pertanyaan  1 (Bapak Dada Rosada)

Mohon pendalaman QS. Yunus ayat 99 dan 100. Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? (99). Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak mengerti (100).

Jawaban

Dsini disebutkan jika Allah menghendaki, ini kalimat kehendak Allah, kehedak Allah ini bukan tanpa syarat, jadi kehendak Allah itu syarat dan ketentuan berlaku kalau bahasa dagangannya.

Allah telah membekali manusia dengan kemampuan berpikir yaitu memilih untuk mengkalkulasi mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, kemudian Allah memberikan hati untuk meyakini mana yang benar dan mana yang salah.

Jadi memilih mana yang menguntungkan, mana yang merugikan itu sendiri, meyakini mana yang benar dan mana yang salah. Kadang-kadang yang kita yakini belum tentu menguntungkan, dan yang tidak kita yakini tidak kita percayai belum tentu merugikan. Jadi dua hal yang berbeda.

Untuk hukums babab akibat ini kita menggunakan akal kita. Makanya nanti ayat ini ditutup dengan “ya’qilun” di penutup ayat ini.

Nah, kemudian proses pertama adalah kita disuruh membaca peta kehidupan, lalu kemudian proses kedua kita disuruh meyakini mana yang fiks untuk diri kita, lalu kemudian fisik kita dan rasa kita, fisik motorik dan rasa itu akan menyesuaikan dengan keyakinan dan pilihan pikiran.

Ada orang yang aktivitas dipandang oleh orang lain bukan sesuatu yang menyenangkan tapi dia menikmati. Ada orang yang melakukan aktivitas kita anggap itu high risk tapi dia menikmati, karena dia meyakini inilah jalan hidup dia, karena dia sudah mengkalkulasi berbagai resiko yang mungkin terjadi. Bagi outsiders orang lain itu dianggap beresiko dan sangat spekulasi, tetapi begitulah masing-masing kita memiliki kemampuan mengkalkulasi, kemampuan memilih menyakini bahwa inilah jalan yang harus kita ambil, lalu kemudian fisik kita menyesuaikan dengan pikiran dan keyakinan, dan perasaan kita pun mendukung.

Iya jadi ini ikutan, maka seorang yang beriman di dalam ayat wala tamutunna illa wa antum muslimun diawali dengan ya ayyuhalladzina amanu wahai orang-orang

yang beriman. Nah untuk sampai mencapai keimananan itu perlu proses penelitian dan kajian dan memerlukan pikiran.

Nah ayat yang tadi orang yang tidak mau berpikir maka tidak akan diberi petunjuk oleh Allah, orang yang tidak meyakini, tidak menerima realita dan meyakini itu sebagai jalan kebenaran, dia tidak memfungsikan hatinya, dia hanya prakmatis saja, mana yang menguntungkan dan mana yang menyenangkan, tidak fiks untuk memilih sesuatu. Ini nanti cerminannya di orang-orang yang gaya hidupnya permesif. Mereka berinteraksi dengan lawan jenisnya yang mana saja, tidak pernah memilih untuk dijadikan permanen, yang penting kepuasan seksualnya terpenuhi, dia kesana kemari dan itulah gaya hidup orang Eropa dan Amerika.

Berarti dia tidak memiliki keyakinan tentang kedudukan rumah tangga yang esktablish, itu mereka tidak punya kepercayaan, bahkan mereka menganggap rumah tangga itu beban, mereka meyakini hidup tanpa pasangan itu lebih fleksibel, daripada harus dibebani. Itulah keyakinan mereka, sehingga seluruh kinerjanya dia permesif, semuanya boleh. Perasaannya dia berusaha menikmati, kalau tidak maka dia harus minum alkohol dan lain sebagainya, karena dia hanya memfungsikan sebagian. Maka yang utama di dalam diri kita adalah kemampuan berpikir dan kemampuan memilih. Disinilah islam, Allah memberikan manusia 2 bekal kemampuan memilih dan kemampuan mempertimbangkan, otak kita untuk mempertimbangkan hati kita untuk menetapkan pilihan.

Nah sekarang banyak betul, seperti kita memilih kendaraan. Ini untuk sarana hidup, kita memilih style itu hanya sarana hidup, hanya gaya hidup, yang disodorkan adalah kepatuhan, kita akan mematuhi siapa, loyalitas mutlak kepada siapa? Allah mengatakan,”Hendaklah kalian memberikan loyalitas mutlak kepada pencipta dirimu dan sarana hidup yang kau nikmati dan tempat kamu kembali pada akhir seluruh kehidupanmu. Allah sudah menjelaskan tentang kualifikasi yang harus diyakini sebagai sebuah satu-satunya tumpuan hidup kita.”

Seluruh bukti-bukti dijelaskan, ada yang hambat oleh setan, dan itu janjinya setan, dan Allah sudah menjelaskan bahwa setan itu menjerumuskan, Allah akan memberikan hidayah dan akan membimbing, dan akan mencukupi dan Allah akan memberikan apresiasi, tetapi setan tidak. Nah ini semua penjelasan di dalam al-Quran dan di dalam misi kenabian, sehingga kita disebutkan dalam ayat berikut:

QS. Yunus (10): 99. Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?

QS. Yunus (10): 100. Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak mengerti.

Kami tidak mengutus seoran nabipun kecuali misinya mengenali dan loyal kepada Allah dan menghindari seluruh penyimpangan dan menghindari seluruh ketidak profesionalan dalam memperlakukan makhluk-makhluk Allah.

Nah, beda dengan malaikat, malaikat sudah dikunci dia tidak diberi pilihan, dia tidak digoda, dia tidak memiliki ketergantungan kepada makhluk lain, dia hanya loyal dan hanya bergantung kepada Allah, kita manusia diciptakan ada ketergantungan kepada hal-hal yang lain, kita bergantung kepada orang lain, kita bergantung kepada

benda-benda, kita bergantung kepada  makanan minuman, kita bergantung kepada situasi kita. Jadi kita tidak independen.

Jadi kita ada ketergantungan, itu jin juga ditugaskan seperti itu. Sedangkan malaikat tidak bergantung kepada apapun dan tidak membutuhkan apapun dia hanya melaksanakan tugas dari Allah saja.

Jadi ini dua makhluk yang berbeda, malaikat tidak diberi pilihan dia menerima realita apa adanya dan tidak mungkin terganggu, tidak mungkin tergoda oleh siapapun, maka dia adalah ibadurrohman, yang hamba Allah yang patuh. Semantara kita diberi pilihan, maka kalau Allah disebutkan,”Bisa saja Allah menjadikan manusia seperti malaikat tanpa pilihan, semuanya beriman.” Kebalikannya Allah memberikan opsi bagi manusia dan memberikan opsi berbagai pilihan.

Itulah dia kehendak Allah, binatang tidak diberi pilihan, tidak ditugaskan, dia hanya sebagai makhluk yang diciptakan untuk manusia. Ada makhluk-makhluk yang dihindari dan ada makhluk yang harus kita bersamai, dan makhluk yang bisa dimanfaatkan di seputar kita tidak jauh beda dengan kita.

Jadi untuk manusia jika Allah bisa saja Allah menjadikanlah semua orang beriman dan tidak perlu ada nabi tidak perlu ada Al-Quran, tidak perlu ada pilihan, tetapai bukan begitu kebijakan Allah tentang manusia, dan itu sudah finasl, bahwa Allah memberikanlah hak-hak pilih, hanya soal  jalan hidup saja diberi hak pilih.

Dan inilah yang akan kita mempertanggungjawabkan dihadapan Allah, maka ada sirotul mustaqim, ada jalan yang lurus, ada jalan hidup yang lurus, ada jalan hidup yang menyimpang. Kita disuruh memilih jalan hidup yang lurus, Allahlah yang mengantarkan dan membimbing manusia agar mengikuti jalan yang lurus, perangakat itu ada hati nurani. Kata Rasulullah,”Jika kau tidak menemukan argumentasi tidak ada menemukan alasan tidak pernah menemukan pesan, bleng betul………….

Jadi dalam menentukan coba tanya kepada hati kecilmu kata Rasulullah,”Kesalahan itu yang membuat hatimu tidak berarti itu indikator ada persoalan.” Tidak nyaman dengan pilihan itu, berarti ada indikator kesalahan, umpamanya setelah kita menikah kita akan leluasa berjalan dengan istri dan kita tidak memiliki hati, kita tidak akan berontak, tetapi kalau kita tidak menikah lalu kita membawa wanita ke sejumlah tempat, ada tempat-tempat yang kita merasa nyaman, ada tempat-tempat yang kita gelisah dan tidak nyaman. Berarti ada persoalan, tetapi kalau dengan istri tidak kita nyaman dan tenang, ada assakinah disebutkan, ada ketenangan hati dan ada ketentraman saat kita bersama istri.

Bahkan kemudian ada kebahagiaan, tapi kalau dengan yang belum kita nikahi kita tidak mungkin berjalan leluasa di semua tempat, ada tempat-tempat jangan nanti khawatir dilihat orang.  Maka berarti ini ada sesuatu.

Jadi inilah yang Allah memberikan bekal, maka jika orang yang melakukan pelanggaran itu pasti ada pergolakan didalam hatinya, karena itu sesuatu yang munkar, mungkar itu yang diri kita, hati kita resisten menolak dan tidak menerima, tetapi yang makruh itu adalah sesuatu yang kompatibel, maka tubuh itu resisten dengan benda asing kalau dimasuki sesuatu. Ring jantung kita harus rutin meminum obat agar tidak terjadi penolakan.

Tetapi ada yang kompatibel, seperti kita memasang sesuatu untuk dijahit atau ditanam di gigi, nah itu tidak semua benda, harus yang bisa yang kompatibel item dengan tulang dengan gigi, dan tidak sembarang besi dan tidak sembarang yang bisa lengket dengan gusi, ini dari disebutnya ma’ruf, sesuatu yang bisa diterima.

Jadi ajaran islam itu adalah sesuatu yang bisa diterima, seluruh tubuh kita, pikiran kita semuanya bisa menerima karena kompatibel dengan diri kita, tetapi kalau yang salah itu pasti ada resistensi dari tubuh kita dan ini akan tertolak.

Nah itu alarm yang Allah berikan dan kemudian juga ada sikap orang kepada kita, pantas tidak pantas, ini juga menjadi warning kepada kita, lalu kemudian………, jadi dari berbagai sisi…………….. Jadi Allah sudah memberikan bekal yang cukup untuk menerima kita.

Jadi fitra kita itu sangat originally sangat kompatibel dengan tauhid, dengan ajaran islam, itu semua akan kita terima, termasuk dengan tetangga. Inilah yang dilengkapi, maka kalau seseorang menerima hidayah itu tidak sepenuhnya karena kehendak dia sendiri. Memang dia menginginkan yang di perlukan adalah menginginkan untuak dekat, menginginkan untuk mengenali Allah. Jika keinginan dan dorongan itu sudah ada maka Allah akan menyempurnakan, maka itulah yang disebutkan,”Jika seseorang mendekatkan dirinya satu jengkal saja kepada Allah, maka Allah akan meresponnya satu depa, kalau dia berjalan maka Allah berlari kecepatan dengan speed berbeda. Jika dia berlari maka Allah pun akan menyambar dia.”

Jadi speed kita untuk mendekatkan kepada Allah itu akan direspon oleh Allah lebih dari yang kita usahakan. Jadi itu hukum yang dijelaskan dalam hadis, sehingga memaksa, ini bukan pekerjaan yang diterima, maka disebutkan,”Apakah engkau ya Muhammad pantas memaksa seseorang untuk beriman?” Jadi ini yang dimaksudkan bahwa tidak boleh memaksa untuk mengimani dan untuk menjadi muslim, tugas kita hanya menata membantu menata sistematika berpikir dan cara merespon, selanjutnya itu internal dia interaksi dia pribadi. Maka hidayah Allah lah yang akan menyempurnakannya Jika dia tidak berminat, maka dalam ayat lain disebutkan sebagai berikut:

QS. Al-Anfal (8): 30. yā ayyuhan-nabiyyu qul liman fī aidīkum minal-asrā iy ya’lamillāhu fī qulụbikum khairay yu`tikum khairam mimmā ukhiża mingkum wa yagfir lakum, wallāhu gafụrur raḥīm [Wahai Nabi (Muhammad)! Katakanlah kepada para tawanan perang yang ada di tanganmu, “Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan Dia akan mengampuni kamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.]

Jika Allah menemukan kebaikan di dalam dirimu……….., maksudnya disini baik pada hati seseorang, etikad baik pada seseorang maka Allah akan memfungsikan seluruh organ tubuhnya untuk menuju apa yang dia inginkan, setelah dia ingin, kemudian disebutkan,”Apakah kalian mengira bahwa setelah memberikan pernyataan beriman…” dikatakan,”Apakah seseorang merasa akan dibiarkan begitu saja.” Tadi kan ada etikad baik,  lalu kemudian menyatakan beriman, tanpa diuji lagi.

Allah akan menguji keimanan kita dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan, kesungguhan kita untuk menjalankan konsekuensi logis dari apa yang kita nyatakan, merupakan keimanan. Itulah ujian, walaupun disebutkan,”Sungguh telah kami uji orang-orang beriman sebelum kalian.” Allah akan membuka kepada yang lain siapa yang sungguh-sungguh dan serius beriman, dan Allah akan membuka siapa di antara mereka yang keinginan dan ucapannya dengan tindakannya tidak kloop, yang berdusta.

Jadi  Kalau  tidak  klop  itu  dianggap  berdusta,  dia  tidak  sungguh-sungguh,  dia ngomongnya begini yang dikerjakan begitu.

Berarti dia tidak serius, nah Allah tidak akan tertipu, karena reword akan yang Allah berikan itu sangat besar bagi orang yang beriman dan Allah tidak akan mengingkari janjinya. Maka semua yang dijanjikan oleh Allah bersyarat, syaratnya adalah sungguh-sungguh dalam beriman, menjalankan konsekuensi logis dari pernyataan kita beriman.

Jadi iman itu di dalam bahasa disebutkan,”Mengakui kebenaran dengan hati, lalau dia memstatemenkan secara verbal, secara lisan, dan dia menajalanakan konsekuensi logis yang dia yakini dalam bentuk pekerjaan fisik, tidak satu-satu, tetapi semuanya.

Itulah definisi iman yang dijelaskan oleh para ulama kita. Maka di ayat kita yang tadi, Allah melarang, maksudnya Allah melarang Rasulullah untuk memaksa, karana tugasmu hanya menyampaikan, tugasmu hanya mengingatkan, tugasmu bukan memaksa mereka.

Jadi itulah yang dijelaskan oleh Allah tentang tugas-tugas Nabi, sehingga nabi pun tidak boleh memaksa, maka kan disebutkan dengan realitanya tidaklah ada satu orang pun yang beriman kecuali seizin Allah.

jadi masuknya Hidayah ke dalam hati, bahwa Allah yang memberi tetapi Allah memberikan persyaratan, dan tidak akan ada yang bisa memberikan keimanan kecuali jika dia telah memenuhi syarat, dan syarat itu ada syarat lahir dan ada syarat batin, hati dan pikiran dan fisik, maka tiga-tiganya hanya Allah yang tahu.

Maka Allahlah yang memilih, disebutkan,”Dialah Allah yang memilih dan Allahlah yang menseleksi.” Jadi Allah sendiri yang melakukan, menentukan pilihan dan Allah sendiri yang menseleksi.

Kita tidak ada yang terlibat bahkan nabi pun tidak dilibatkan, tugas Nabi hanya menjelaskan, maka Allah yang memberikan izin seseorang beriman atau tidak, adapun orang yang tidak dalam menggunakan pikirannya, menggunakan otaknya dia akan terhalang, itu artinya sama dengan kotoran yang menghalangi cara berpikir yang kotor, cara berpikir yang tidak sesuai dengan metodologi Qurani, akan menghalangi dia untuk menerima hidayah.

Jadi hidayah itu bisa terhambat karena cara pandangnya keliru, orang yang pragmatis hanya mencari untung jangka pendek saja, dia tidak akan menerima hidayah. Karena inilah munafikin, kadang-kadang dia ke orang beriman kadang dia ke orang kafir, tergantung keuntungan dia.

Jadi bukan ristaker tetapai dia savety player, dia ke sana, yang seperti ini susah.

Maka dalam penelitian di lapangan ada disiplin ilmu humaniora dan disiplin ilmu yang eksakta, orang-orang yang eksakta itu terbiasa berpikir pasti dan konkrit, ini paling cepat menerima hidayah, karena dia paham resiko dan kalkulasinya in atau of, cuma 2, kebiasaan berpikir seperti itu.

Maka cepat sekali orang-orang masuk Islam di Amerika dan di Eropa kebanyakan mereka adalah orang-orang eksak yang menerima Islam, beda dengan humaniora yang selalu berpikir ada space, opsi. Jadi bukan hitam putih berpikirnya tetapi selalu berpikir space, yang di sini tidak mudah karena dia selalu iman pun dianggap bukan sesuatu yang eksak, Islam pun dianggap itu hanya pilihan, kadang kita boleh begini, kadang boleh begitu.

Jadi semuanya di sektor akidah, dia bikin flat dan tidak ada yang pasti. Ini akan membuat sulit orang-orang yang bergerak dibidang………. Jadi disiplin ilmu ada penelitian tentang disiplin ilmu dan cara berpikir, atau sistematika berpikir seperti itu menentukan bobot respon mereka kepada kebenaran.

Tidak terlalu cepat menerima informasi, tidak terlalu cepat meyakini sebuah berita, karena dia terbiasa dengan adanya space antara informasi dengan realita masih bisa dinego. Orang eksakta tidak.

Jdi kebanyakan orang-orang yang responsif terhadap Islam itu yang eksaKtac. Tetapi kalau orang humaniora dia lebih lama meneliti dan mengkaji lalu kemudian melihat trand orang dan lain sebagainya. Jadi dia perlu proses yang lama, itulah Khalid bin Walid, dan inilah Bilal bin Robbah yang begitu cepat menerima Islam.

Tetapi Allah menyuruh kita untuk menunggu, biarkan dia berproses, Jangan dipaksa dan tidak boleh didesah agar dia segera menerima. Ada orang yang masuk Islam setelah rasulullah wafat, dia berada di seputar Rasul tapi tidak menerima. Tetapi setelah rasulullah wafat baru dia masuk Islam. Jadi perlu waktu yang cukup cukup, ada yang cukup menyaksikan tanpa mendengar tanpa berinteraksi hanya melihat dari kejauhan perilaku Rasulullah, langsung dia beriman.

Jadi begitulah beda-beda karakter berpikir masing-masing kita dan pilihan sistematika berpikir kita akan meneguhkan proses keimanan dan keislaman dalam speednya.

Maka kita harus bersabar, jadi setiap kita mengajarkan kepada anak-anak, kepada istri, kepada orang lain harus bersabar, karena itu bukan ranah kita, masuknya hidayah ke dalam hati dan pikiran bukan ranah kita.

Tugas kita hanya memberikan contoh lapangan dan mengedukasi agar sistematika berpikirnya benar.

Pertanyaan selingan (Bapak Dada Rosada): Apakah ayat 99 ini sebagai inti dari Al- Quran?

Jawaban

QS. Ali-Imran (3): 102. yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha ḥaqqa tuqātihī wa lā tamụtunna illā wa antum muslimụn [Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.]

Iya Allah menjelaskan karakter manusia dan Allah mnjelaskan peran peran Allah, adalah pemberian Allah itu selektif people kepada orang-orang yang dia pilih dan cara menseleksinya ittu Allah yang melakukan karena meliputi…………, karena ada yang nampak luar dan dan ada yang di dalam hati dan pikiran.

Kita tidak bisa hanya melihat yang nampak luar saja, yang kita nilai hati kan tidak ada, paling kita menebak dari fenomena kinerja dan kelakuannya, kita bisa menebak isi hatinya, kita bisa menebak jalan pikirannya, tetapi kan aku kadang-kadang akurasi pikirannya meleset, tidak pasa.

Tetapi kalau Allah tidak akan meleset, Allah mengetahui isi hati dan detail jalan pikiran. Jika Allah memaksa untuk memberikan petunjuk sementara Dia tidak memiliki kesiapan menerima petunjuk maka dia akan balik badan.

Jadi makanya memilih dan menseleksi orang yang menerima hidayah itu Allah yang melakukan, kita tidak boleh pilih-pilih, disuruh menyampaikan saja, sampaikan apa yang kau ketahui, sampaikan saja apa yang kau terima, nanti yang membantu prosesnya dalam internal dia adalah Allah.

Jadi kita tidak bisa membuat seseorang menjadi cerdas, tapi tugas kita hanyalah menyampaikan materi dan bahan dan sistematika agar dia cerdas. Selebihnya antara dia dengan Allah.

Sama dengan kita hanya bisa memberikan alat transportasi kita kasih mobil ke anak kita, berikutnya nyupir nya dia sendiri, apakah dia hati-hati atau tidak, kita hanya memberikan pesan, kan jalan sendiri nanti.

Jadi Allah tahu tentang masing-masing gaya setiap kita, maka tidak sembarangan Allah kalau akan menentukan pasti……… Seperti ini banyak proyek ini, banyak pengusaha tetapi kan kita kan akan memilih proyek ini baiknya dikasih ke siapa, ini karena ada standar seleksi, ada yang diucapkan ada yang tidak, ada persyaratan seleksi administrasi, ada yang intuisi kita sebagai pimpinan, sebagai kepala daerah. Ya sudah kasih ke ini saja, syarat sudah terpenuhi tetapi berikan ke ini, yang tidak boleh, kan tidak memenuhi syarat lalu dikasih, nah ini yang jadi perkara.

Kalau kita dikira dia baik ternyata dia tidak benar, kalau Allah tidak akan meleset. Jadi itulah peran, Allah dalam menyeleksi sampai ke dalam hati kita ada pikiran kita untuk memberikan Hidayah. jadi hidayah itu nikmat yang tidak ada duanya, nikmat yang terbesar yang diberikan Allah kepada kita adalah Allah memberikan petunjuk keimanan, itu karunia yang luar biasa.

Tugas kita hanya menyampaikan dan kemudian memaklumi, tidak boleh memaksa, menyampaikan saja apa yang harus kita sampaikan, berarti kewajiban sudah diselesaika, kalau dia tidak menerima secara sepenuhnya seperti tadi yang kita memaklumi. Saat ini dia belum bisa maka di lain waktu akan menerima………. Atau sebagian sudah ikutan salat tetapi ternyata dia tidak pakai wudhu, tapi teranyata dia kali ini dia tidak pakai wuhdu, tapi mungkin di lain waktu dia pakai wudhu.

Tetapi selalu salat, wudhunya tidak sempurna, maka lain waktu dia wudhunya lebih sempurna, tapi badannya masih ada najiz tidak dibersihkan ya sudah lain waktu proses sampai pada akhirnya…..

Pertanyaan  2 (Bapak Ali Andre)

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Disini kenapa disebut “muslim”, bukan “orang beriman”?

Jawaban

Yang tadi ditanya kan, jangan keburu mati. Disini suka diartikan bahwanya membuat kita tidak bisa menangkapnya secara utuh. Disini ini diartikan dan janganlah sekali-kali kamu mati, kan mati ranah allah, bukan ranah kita.

Lalu bagaimana kita memahami “jangan sekali-kali kamu mati”, maksudnya adalah karena mati itu adalah keputusan Allah, wala tamutunna itu artinya jangan sampai tiba kematian sementara kau belum menyelesaikan proses Islamisasi kehidupan. Jadi  Sudah  beriman  tetapi  belum  menyempurnakan  keimanannya,  hingga melaksanakan semua konsekuensi logis dari keimanan, kan iman itu ada konsekuensi logisnya, Islam itu sama dengan melaksanakan semua apa yang diperintahkan. Jadi kalau digabung disandingkan iman dengan Islam ini adalah mempunyai makna yang

beda-beda, iman itu pekerjaan hati, dan  Islam itu pekerjaan fisik.

kita harus menggabungkan antara iman dan Islam, sehingga setiap pekerjaan kita berbasis keimanan, sehingga setiap keimanan kita konsekuensi logis yang kita jalankan, ada yang kembalikan, seorang pencuri tidak akan mencuri jika dia sedang beriman, karena keimanannya akan menolak langkah mengambil hak orang lain secara illegal.

Jadi ada yang kontra ada yang konsekuensi logis yang harus dijalankan, nah kita sebagaimana disebutkan Pak Ustadz Jauhari bahwa ada 1000 dalam Al-Quran, ayat yang bersifat perintah Allah, 1000 ayat yang bersifat ada 1000 perintah ada 1000 larangan. Dari 1000 ini karena kematian itu kan bukan ranah.

Kita salah paham tengtang ayat ini karena dikatakan jangan sekali-kali kamu mati, memang kita bisa mengatur jadwal kematian? Kan tidak, jadi maknanya jangan sampai keburu mati sebelum melakukan Islamisasi. Bagaiamana dengan keburu mati? Bahwa ayat ini menetapkan kematian Allah, tidak akan diundur dan tidak akan dimajukan.

Orang harus ingat akan datangnya kematian, sebelum kematian tiba selesaikan dulu kewajiban-kewajibanmu kepada Allah, hingga kita meninggal dalam keadaan seoptimal yang bisa kita meningkatkan kualitas Iman meningkatkan kualitas keislaman dan memahami cakupan, yang mana cakupannya? Dari ayat disebutkan dalam bahwa amal saleh itu bukan semata-mata menghadapakan wajah ke ke utara atau Selatan, tetapi amal sholeh atau al-birr adalah dijelaskan hingga ayat 200-an ranakaian konsekuensi logis dari iman. Jadi ada keinginan dari aktivitas pribadi yang rukun, salat yang fardu adalah mensucikan diri pakaian dalam salat, yang sunah memperbanyak tambahan salat, yang sunah agar diri kita selalu bersih. Jadi disebut fardhu ain atau hukum-hukum yang privat untuk diri sendiri.

Ini harus kita pahami, apa saja, menggunting kuku di hari Jumat itu disunahkan, mencukur bulu di beberapa bagian tubuh kita itu disunahkan, makan dan minum Itu diwajibkan, tidur Itu diwajibkan tidak boleh tidak dia tidak tidur sama sekali tidak boleh dia puasa tanpa buka. Jadi semuanya untuk pribadi.

, lalu sudah hingga kita menjadi sosok manusia yang muslim. Lalu kewajiban kepada keluarga, salah satu diantaranya memastikan mereka beribadah, tentang harta, memastikan mereka tercukupi, tentang kematian kita memastikan hukum waris diberlakukannya di keluarga, tentang keluarga memastikan silaturahmi antar mereka berjalan. Ini kewajiban kita kepada………

Jangankan kita, sampai ada yang tidak kita mati anak kita belum paham tentang kewajiban, menjaga tali silaturahmi, kita mati sebelum keluarga kita memahami hukum waris, kita mati sebelum mereka memastikan apa kewajiban anak kepada orang tuanya yang sudah meninggal. Kan harus disampaikan semua.

Apakah kita lakukan sendiri ataukah kita titipkan di lembaga pendidikan itu teknisnya, tapi dia harus memahami kita harus memahami kewajiban kewajiban kita

kepada………. Ini sampai ke tingkat rahmatan lil alamin, dsuururh menata kehidupan seluruh manusia harus disampaikan dan harus dirancang agar nantinya tidak ada yang resisten kepada Islam.

Jadi dari micro sampai global makro harus semuanya kita kita punya peran, apakah kita peran, kita Jangan keburu mati sebelum kematian. Kematian itu pasti jadwalnya telah ditetapkan dan kita tidak tahu, maka kita berpacu dengan waktu, waktu kita sangat singkat, ayatnya:

QS. Al-Qomar (54) 1. Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.

Hari akhir akan segera tiba bulan pun sudah terbelah, tetapi orang-orang masih kalau di beri penjelasan tentang bukti kebenaran dia masih menolak, dia mengatakan ini keajaiban yang aneh, tapi dia masih memanjakan seleranya, memanjakan ambisinya, belum berpikir secara proporsional dan objektif antara dirinya dengan kematian dan hari akhir, dan seluruh penjelasan dan fakta-fakta telah diungkapkan, dan kemudian mereka masih juga resisten terhadap kebenaran.

Jadi waktu sudah dekat tapi dia masih bermain-main, ada lagi mereka masih bermain-main.

Jadi dia tidak mengoptimalkan waktu masih senang, masih memilih untuk bersenang-senang.

Masih bersenang-senang, disurat Al-Anbiya disebutkan dalam ayat berikut:

QS. Al-Anbiya (21): 2. Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main.

Telah dekat hari membuat cut of kehidupan dan dia akan dihisab oleh Allah. Jadi kematian dan hisab sudah dekat kepada setiap orang, tetapi mereka masih melalaikan hari pertanggungjawaban itu. Jadi sudah tiba waktu jadwal melaporkan laporan tahunan, kalau dalam pekerjaan yang nanti laporan dia menentukannya akan datang, dan anggaran ada atau tidak, kalau dia tidak mampu dan tidak membuat laporan berarti dia tidak akan mendapatkan apa-apa.

Telah tiba waktunya untuk mati jika tidak memprepare untuk menjalani kehidupan sesudah kematian, dan tetap bermain-main maka setelah mati dia akan sengsara etidak akan diberi rezeki lagi oleh Allah. Tetapi mereka masih gofal, gofal itu masih lalai dan masih menolak dan tidak segera bergegas menerima.

Jadi ada orang yang sudah beriman tapi tidak segera bergegas belajar, bagaimana salat yang benar. Dia sudah beriman tapi tidak pernah segera mempelajari bagaimana cara berinteraksi dengan Quran yang benar, tidak segera mempelajari bagaimana menyikapi nabi dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam.

Jadi dia aku menghamburkan waktu untuk bersenang-senang., orientasinya mencari makan dan bersenang-senang. Jangan keburu kematian datang menjemput sementara engkau masih belum sepenuhnya menerima aau sepenuhnya berserah diri kepada Allah, berserah diri itu seringkali dipahami tatkala dia tidak berdaya,”Sudahlah terserah Allah saja.” Itu karena tidak berdaya, bukan berserah diri itu menerima, ya ini juga dalam keadaan tidak berdaya.

Tetapi ada lagi makna berserah diri itu mau diatur oleh Allah, tidur diatur oleh Allah, Allah menciptakan malam untuk tidur dan menciptakan siang untuk bekerja,

tetapi banyak orang yang kebalik, justru hidupnya di dunia malam sepanjang malam dia tidak tidur sepanjang siang dia tidur kewajibannya ditinggal semua.

Berarti kan dia tidak berserah diri kepada Allah kalau berserah diri ya sudah siang ini full activity malam full tidur.

Ini kalau kita segera melaksanakan, berarti kita telah berserah diri kepada Allah dalam menerima aturan Allah untuk dilaksanakan, mengakui kedaulatan Allah untuk mengatur diri kita, Rasulullah mengatakan,”Makan dan minumlah dengan tangan kananmu, bacalah bismillah dan makanlah dengan tangan kanan.” Kita tidak suka suka, kita belum berserah diri, dan  belum menerima.

Itu jadi kita belum mengakui kedaulatan Allah, untuk mengatur diri kita. Maka kepedulian mengakui kedaulatan Allah untuk menata rumah tangga kita, jangan maunya kita, tetapi bagaimana Allah memerintahkan kita untuk……..

Itulah Islam, jadi iman itu adalah pekerjaan hati Islam itu pekerjaan lapangan, itu kalau di disambungkan tapi kalau di Islam saja meliputi ini, kalau iman saja hanya yang meliputi yang ini.

Ada lagi orang-orang badui mengatakan kami telah beriman, Jangan katakan kalian telah beriman tetapi katakan bahwa kalian baru Islam. Artinya dia baru patuh secara artifisial fisik, tapi hatinya belum, itu ada di surat Al Hujurat ayat 11:

QS. Al-Hujurat (49): 14. Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Jadi ada orang yang nampak sudah religious, aktif beribadah salat ini itu, tetapai imannya belum mewarnai hatinya. Ada orang yang sudah beriman tapi dia tidak memahami konsekuensi logis dari imannya.

Jadi harus dua dua, nanti disebutkan nafsul Muthmainnah jiwa yang tenang, ketenangan jiwa itu adalah Jika hati kita sudah beriman, sistematika berpikir kita sudah sesuai dengan konsekuensi logis keimanan, perilaku kita sudah klopg dengan hati yang beriman dan pikiran yang mengikuti metodologi berfikir iman. Berarti tidak bertentangan antara ini dan ini.

Ada orang yang bergejolak di dalam dirinya percaya tapi gimana ya kan tuntutan lapangan. Jadi pertentangan antara ini dengan yang ini, saya begini tidak ada pilihan tapi           hati               saya                   tidak               begitu. Jadi paradoks ini akan menimbulkan gejolak dalam diri kita, tidak akan pernah tentram dan  tidak akan pernah tenang, karena ada pergolakan dalam pekerjaan misi hidup             kita,    tidak    tentang    karena  ada        pergolakan.  Misi         hidup    kita    ada mensinkronisasikan  antara hati, pikiran dan tindakan dan rasa, sehingga ini menjadi

satu kesatuan.

Maka jangan keburu mati jangan sampai ajal menjemput kita belum Muthmainnah, bisa masih bergolak, maka ini satu dengan ayat, dengana ayat yang laing datang ya ayyatuhan nafsul Muthmainnah dan begitulah para nabi dahulu yaitu sudah tuntas semuanya di berbagai sector.

Jadi menguji perasaanmu dan tindakan, Nabi Ibrahim tahu bahwa anak adalah yang sangat dia cintai tetapi karena ini perintah Allah,”Ya sudah dilaksanakan apa yang

diperintahkan.” Tetapi Allah tidak seperti, Dia sangat memahami makhluk-Nya, dia sangat memahami hamba-Nya .

Nabi Ibrahim sebenarnya paham, kalau punya dua istri jangan jauh-jauh dipisahkan, paling sejauh di kampung sebelah biar dia berbeda rumah. Jadi disuruh meletakkan pada suatu tempat satu satu bukan perjalanan yang satu diletakkan di Jerusalem, 1 diletakkan di Mekah.

Tetapi karena itu perintah Allah dia jalankan dan dia berusaha agar hatinya bisa menerima Realita itu, yang dia tidak tahu Nabi Ibrahim diberi usia yang panjang, sehingga jaraknya jauh dia tidak akan. Kalau kita akan Keburu mati jadi begitu Allah memiliki cara kita tinggal melaksanakan perintah mengikuti perintah.

Pertanyaan  3 (Bapak Yasril)

Dua hari yang lalu ustadz menjelaskan tentang Surah Al-Baqarah, tentang ummatan wahidah, ada hadist saya tidak paham disebutkan bahwa,”Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, hanya satu yang masuk surga. Umat dimaksud apakah umat islam saja, ataukan umat sejak Rasulullah diangkat menjadi nabi, apakah ada referensi golongan satu, golongan dua, golongan tiga hingga golongan 73 yang detail menjelaskan golongan tersebut?

Jawaban

Ada yang mengatakan sudah muslim tetapai iman belum mewarnai hati kalian, nah perbedaan dan perpecahan akibat disparitas pemahaman, disfaritas pemahaman perbedaan, pemahaman inilah yang menimbulkan kualitas dan grade, tetapi kita diperintahkan mengimani secara keseluruhan, walaupun dalam melaksanakannya bertahap, problemnya berbed yang dimaksudkan itu perbedaan di sektor keimanan di sektor akidah bukan di sektor fiqih.

Klau di sektor fiqih itu memang ada batas toleransi untuk berbeda, tetapai di sektor akidah itu yang tidak, maka perbedaan dikalangan kita, dalam sektor aqidah, seperti kita Ahmadiyah, karena dia menganggap masih ada nabi sesudah Nabi Muhammad ini kan aqidah, berarti kita beda nanti konsekuensi logisnya dia tidak selesai dengan sabda Nabi tapi dia mencocokkan dengan sabda Mirza Ghulam Ahmad, kan tidak klop.

Dengan Syiah kita berbeda. Kenapa? karena dia hanya mempercayai Ahlul Bait kita mempercayai semua, akibatnya hadis yang diriwayatkan selain ahlul-bait tidak dianggap sah, kita hadits ahlaual bait, atau hadits yang bukan Ahlul Bait sepanjang perawinya memenuhi kualifikasi, sepanjang kontennya tidak bertentangan dengan Quran maka kita terima, mereka ridha berbeda, lalu kemudian Quran, hanya sedikit Quran yang diriwayatkan oleh Ahlul Bait selebihnya diriwayatkan oleh sahabat-sahabat nabi yang lain, karena dia terlanjur tidak menerima menganggap sahabat nabi yang lain berkhianat hanya Ahlul Bait sehaingga mereka memiliki Quran yang berbeda dengan Quran yang kita.

Jadi ada di sektor ini, ada di sektor itu, ada lagi tentang pemahaman tentang Allah, ada Qodariyah dan ada Jabariyah, mereka memahami Allah tidak memberikan hak pilih semuanya kita detail. Jadi kita hanya seperti robot, ada yang tidak memahami, tidak Allah telah memberikan kebebasan, Allah tidak ikut campur, semuanya kita yang menentukan yang ini akan menimbulkan perbedaan, karana substansi tentang Allah.

Jadi kalau perbedaan yaitu di sektor keimanan ini yang menimbulkan persoalan, tetapi kalau di sektor pelaksanaan ibadah ini memang ada space, tetapi kalau mendeskripsikan iman ini yang susah.

Maka yang dimaksudkan 73 golongan itu, harus dilihat dari sisi yang dia yakini, rukun iman dan rukun Islamnya, rukun iman yang terutama dan rukun Islam…………….., ada yang memahami salat cukup tiga waktu. Kenapa? Dia tidak mempercayai penafsiran Rosulullah, dianggap itu nabi saja yang salat lima waktu Quran mengatakan 3 waktu saja, maka mereka tidak menerima kenabian Rasulullah.

Jadi Rasulullah tidak tidak menyebutkan satu satu namanya, itu teknis tetapi Rasulullah menjelaskan tentang potensi terjadinya perbedaan, dan kemudian nanti hingga menjadi 73. Siapa yang yang selamat? Adalah yang mengikuti cara Rasulullah dan cara para sahabat nabi, mengikuti Rasul dan cara Rasulullah mematuhi Allah.

Jadi referensi utamanya harus rasul dalam memahami Allah, harus sahabat memahami Rasulullah, itu kalau sama disebutkan jika mereka telah beriman seperti engkau beriman, ini masalah bisnis, disebutkan dalam ayat berikut:

QS. Al-Baqarah (2): 137. Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu), maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad) terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Bahwa,”Jika mereka beriman seperti engkau beriman, itulah cara yang benar kalau tidak ya tidak.” Jadi standar mengimani Allah itu adalah nabi, standar mengimani rasul itu adalah para sahabat nabi. Inilah referensi kita.

Jadi jangan mengikuti gaya orang Yahudi, jangan dalam mengimani Allah dan nabi, dan utusannya, itulah yang diuraikan ayat ke-41 sampai ayat ke-140 sekian.

Jadi kurang lebih begitu kalau perbedaan fiqih, kemudian di shalat ini ada angkat tangan ini tidak angkat tangan, yang ini salam Assalamualaikum sedikit ini salam assalamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum Warahmatullah, ini kan beda tipis, mestinya dia banyak.  Kenapa banyak betul?

Jadi posisinya sama tinggal tekhnisnya saja, ini slotnya yang kita boleh berbeda, tetapai kalau salatnya tidak sampai angkat tangan, ini serius tidak dia shalat.

Jadi perbedaan fiqih ini masih bisa…….. Apakah salat begini sah, sah-sah saja karena syaratnya bukan hanya tentang angkat tangan tetapi masalah kesempurnaan, kan syaratnya dia harus dalam keadaan sadar, dia harus mengungkapkan niat dan isi hati. Kenapa dia harus, jadi ada syarat dan rukunnya sudah terpenuhi, maka ya sudah sah, tapi kualitasnya di grade A atau B,  kita tidak ahau, karena Allahlah yang menilai.

Jadi kurang lebih…….., maka kita harus semaksimal mungkin seperti yang dicontohkan Rasulullah, kurang-kurang sedikit Insya Allah dimaklumi, tapi jangan tidak sama sekali. Jadi berapa persen kesetaraannya 80 % atau 90%, atau 100% mungkin bisa dimaklumi kalau kurang dari 100%.

Jadi begitulah kalau ibadah itu ditolerir, kalau aqidah tidak sama sekali, dia harus yes or not, tidak boleh ada or pilihannya.

Pertanyaan Selingan (Bapak Yasril): Jadi sekarang seseorang yang mengaku ateis atau yang mengaku Nasrani yang mengaku Yahudi, yang mengaku Ortodoks apakah mereka itu tergolong umat yang tadi yang berbeda?

Jawaban

Hadistnya selengkapnya begini, orang Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, nasrani menjadi 72 golongan, adapun umatku, pengikut Nabi Muhammad menjadi 73 golongan. Ini hadits lengkapnya.

Tetapi kemudian kita tidak bisa menghindari akan terjadinya perbedaan, dan konflik, karena itu adalah realita yang sudah dikabarkan oleh Rasulullah.

Sekarang persoalannya kita memilih mana yang selamat di terima oleh Allah.

Jadi fakta yang perbedaan antara Syiah dan sunah sesuatu yang  tidak bisa dihindari.

Jadi perbedaan ini tidak bisa dihindari di kalangan umat Islam tidak bisa dihindari dari perbedaan. Maka sepanjang perbedaan itu hanya di sektor pemikiran tidak mengapa, yang dilarang kalau sudah masuk ke ranah sengketa, itu yang dilarang jangan sampai bersengketa. Maka harus memaklumi adanya perbedaan jangan sampai dijadikan trigger untuk konflik.

Jangan seperti orang-orang yang berkelompok-kelompok, itulah orang Yahudi, itulah Nasrani berkelompok-kelompok dan mereka saling menggalang dan memobilisasi, gerejanya pun beda-beda. Islam tidak boleh melakukan itu, jangan sampai melakukan penggalangan dan memobilisasi untuk mendukung dan untuk………..

Jadi itu diserahkan hanya di tataran pemikiran, jangan sampai di lapangan, jangan sampai berkelompok itu yang dilarang, dua yang dilarang maka yang diberi rahmat Allah itu adalah yang tidak sampai bersengketa. Kita memaklumi adanya perbedaan. Antara kita dengan anak-anak kita ada perbedaan, antara kita dengan tetangga ada perbedaan, yang penting jangan konflik, kalau konflik sebatas pribadi masih bisa dimaklumi karena ketidakcocokan, tetapi jangan sampai fisik. Nah kalau sudah terjadi konflik dan fisik jangan melakukan penggalangan, memobilisasi orang untuk melawan dan itu juga tidak boleh, apa lagi kalau dengan mengerahkan pasukan, itu juga tidak boleh.

Jadi perbedaan antar ormas kita itu hanya spesialisasi, jadi jangan dipahami sebagai berkelompok-kelompok, NU, Muhammadiyah Persis, Al Irsyad, Mathlaul Anwar, PUI. Itu bukan bukan berkelompok-kelompok, itu spesialisasi. Jadi apa spesialisasi yang diambil oleh Nahdlatul Ulama, beda dengan spesialisasi yang diambil oleh Muhammadiyah, beda yang diambil oleh Al-Irsyad, Irsyad Ini kebanyakan orang Arab beda dengan yang spesialisasi yang diambil oleh N, jadi masing-masing mengambil spesialisasi.

Maka tugas kita adalah memastikan semua ajaran sudah dilaksanakan, yang diambil oleh Jamaah Tabligh, itu spesialisasi juga, maka kita harus menerima realita itu tidak harus mendekotomikan, Alhamdulillah yang khusus datang, dari pintu ke pintu mengetuk  pintu  mengajak  salat  sudah  ada  yang  mengerjakan  Alhamdulillah  itu

dilakukan Jmaah Tabligh. Jangan sampai kita mengecam walaupun itu kadang-kadang teknisnya berlebihan.

Jadi semua bagian dari ajaran islam itu dikerjakan oleh kelompok kelompok dan ormas-ormas dan perkumpulan-perkumpulan kita harus tenang, tinggal siapa yang bisa melakukan, mengkonsolidasikan dan mengakomodir mereka, dan kemudian mana- mana yang sama. Dijadikan sebuah kesamaan, kesamaan mereka semua maka itulah yang dipilih, berarti inilah yang kita sama, yang masih belum sepakat,”Ya sudahlah itu biarkan, tetapi yang sama……” Nah ini yang belum ada di negeri kita, di negara- negara lain sudah ada, membuat list spesialisasi masing-masing, membuat list konsekuensi logis dari pemahaman spesialisasi

Umpamanya NU memilih untuk menerima semua orang Islam yang ada di negeri ini apapun adanya, setelah diterima baru dibenahi, kerja itu harus ada kebangkitan para ulama bergerak membenahi yang sudah ditampung, mengupgrade mereka semua, maka diadakanlah lembaga-lembaga formal atau informal seluruh pelosok tanah air, inilah pekerjaan NU.

Pekerjaan Muhammad bahwa kita perlu SDM untuk mempersiapkan pengelolaan negara, maka harus diseleksi dulu pemikirannya, maka yang diterima di Muhammadiyah adalah orang yang pemikirannya sudah disepakati, kalau Nahdlatul Ulama apa adanya, jadi yang ulama, preman, santri semuanya diterima. Maka tidak ada yang ditolak.

Maka pergerakan para ulama untuk mengupgrade semua ini, Muhammadiyah tidak, dia menerima dengan diseleksi dulu setelah itu ditugaskan, maka kerja-kerja pelayanan publik lebih dominan di Muhammadiyah, kerja pendidikan dan edukasi dengan standar formal atau informal dua-duanya lebih banyak NU. Nanti ini orang yang apa adanya. orang Arab banyak yang tidak mau ke sini.

Ada lagi nanti PITI, khusus yang orang-orang dari Tionghoa, ada lagi yang ingin dzikir saja, tidak mau kerja lapangan dan kerja sosial, ini ditampung lagi oleh……, ada lagi ini kan di Jawa Muhammadiyah didirikan Jawa Tengah ini di Jawa Timur, orang Sunda belum ada maka dibikinlah PUI. Di Banten juga bikin, di NTB juga bikin.

Itu spesialisasi menggarap segmen dan mengambil materi, jadi bukan tafaruk seperti kita dibayangkan bahwa berfiko-fiko, tidak, ini spesialisasi, mereka hanya mencari segmen untuk mendukung ininya. Jadi kadang-kadang ada yang memprovokasi agar terjadi konflik, itu sudah omzet, provokasi ini tidak dibenarkan kalau bukan orang NU yang ngurus maka…………. Ini sudah mulai melakukan agitasi penggalangan. Tidak sepatutnya…… apa lagi dia ketua PBNU mengatakan seperti itu, kan menegasikan yang lain, itu tidak boleh dilakukan.

Jadi harus diakui eksistensinya, ini 300 juta penduduk Indonesia saat itu 135.000.000 saat ormas-ormas ini berdiri demikian jumlahnya. Di pulau-pulau yang berbeda-beda, negara saja tidak bisa menghandle apalagi kita yang bukan negara. Jadi kita harus menerima realita itu, dan tidak boleh kita membenturkan antar spesialisasi dan tidak boleh melakukan penggalangan, menstatemenkan mereka adalah berkelompok-kelompok, mereka bukan kelompok tapi mereka adalah mengambil spesialisasi dari ajaran Islam. Ada yang fokus membaca kita, ada yang fokus mempelajari manajemen, ada yang fokus mengucapkan dzikir, ada yang fokus untuk ibadah haji saja, kelompok Haji.

Jadi spesialisasi, maka tugas kita adalah untuk mengkonsolidasikan semua spesialisasi sehingga apapun yang diperlukan oleh masyarakat kita punya, itu sikap yang harus diambil.

Tetapi itu tidak dengan Syiah, tidak dengan Ahmadiyah, karena berbeda, pangkalnya berbeda. Jadi bekerjasama dengan Syiah itu semuanya gagal. Praktek di berbagai negara gagal kerjasama dengan Syiah, kerja sama dengan Ahmadiyah dia melecehkan nabi kita. Bekerja sama denga ahli kitab, dia salah memahamai disangkanya kita dikasih bapaknya dia mengambil anaknya.

Sementara kita tidak meyakini ada bapak dan ada anak dalam tuhan. Jadi susah kerjasama di sektor keagamaan, tapi di sektor-sektor teknis sarana hidup tidak ada masalah. Maka disebutkan,”Allah tidak melarang kalian untuk bertindak baik dan bersikap proporsional kepada mereka, yang dilarang adalah mereka yang memerangi kalian.” Kalau sudah konflik lapangan harus hati-hati, kalau tidak tidak apa-apa.

Jadi begitu pula dengan orang Yahudi, mereka pribadi-pribadi tidak apa-apa. Rasulullah pun bekerja sama dengan pribadi-pribadi, tetapi Israel yang ingin melenyapkan bangsa Arab dari Palestina, tidak mungkin dia yang menyerang. Ini tidak mungkin menggusur dan ingin merobohkan Masjidil Aqsa tidak mungkin bekerjasama dengan dia.

Jadi bedakan antara individu dengan lembaga yang memusuhi, kalau dengan individu boleh. Bahkan salah satu istri Rasulullah adalah putri pimpinan Yahudi tapi dia sudah masuk Islam.

Jadi begitu proporsionalitas, tetap berbuat baik dan memperlakukan orang dengan baik secara proporsional.

Mudah-mudahan kita semua bisa penangkap bingkai berpikir tentang umat Islam dan bisa menyempurnakan keimanan kita, konsekuensi logis iman kita, bisa kita tindaklanjuti dan sebagaimana setiap tindakan kita, aktivitas kita harus berbasis keimanan.

Jdi iman yang ditindaklanjuti, pekerjaan yang dilandasi itu, itu dia wala tamutunna illa wa Antum muslimun, tetapi untuk kita untuk meyakinkan orang lain, seperti yang disampaikan oleh Pak Dada tadi ya itu harus bertahap dan harus memaklumi tidak boleh memaksa, tugas kita hanya menyodorkan sistematika berpikir dan objek yang harus dijadikan rujukan, dan kemudian prosesnya itu kembali kepada dia, lingkungan akan sangat mendukung maka harus dibentuk milleu yang kondusif untuk menyemai keimanan dan keislaman. Perhatian harus kita berikan makanya orang yang baru masuk Islam dan mau menerima Islam itu harus sedikit dimanjakan diprioritaskan, hingga dia eksisis, setelah itu baru dia dilepas.

Jadi ini semua adalah saling melengkapi antara diri kita, cara mensosialisasikan dakwah dan adalah fakta dan realita perbedaan yang ada di lapangan.

Mudah-mudahan kita semuanya bisa mengambil peran di berbagai sektor dari ajaran Islam dan kemudian kita menyamakan langkah dengan orang-orang yang sepaham dalam menentukan skala prioritas dakwah dan perjuangan, dan memiliki kesiapan untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi dan konsolidasi.

Mudah-mudahan kita diberi peran dan diberi kemampuan oleh Allah untuk bisa menjalankan itu semua, sangat besar. Lalu bertanya Kapan bisnisnya itu sambilan? Jadi jangan dalam beragama itu sambilan, bisnis itu sambil berjalan.

Maka kemarin kita membahas diskusi sore kemarin di ibadah murni yang rukun Iman, rukun Islam pun Allah menjelaskan peluang bisnisnya, tapi bukan ibadahnya

yang dibisniskan, tetapi sarana dan prasarana. Seperti kita salat harus menutup aurat, berarti kan kit umat islam harus care kepada garmen dan tekstil. Bagaimana kita bisa menutup aurat jika tekstil kita tidak punya, harus suci berarti tekstil yang kita gunakan jangan ada unsur yang haram, sekarang babi digunakan untuk membuat kancing baju, hati-hati dengan tulang babi kancing bajunya, maka jangan dibawa menunaikan salat.

Maka kalau bukan orang Islam yang membuat perlengkapan garmen dan tekstil nanti salat kita terkontaminasi oleh unsur yang dilarang oleh Allah, maka kita harus fokus kepada………

Nanti kemudian kita disuruh membaca, berarti harus ada kitab, harus ada Al- Quran, tetapi perhatian kita kepada kertas dan pena rendah, nanti Quran kita dicetak oleh orang-orang yang tidak pernah menghormati Al-Quran dan bagian-bagian dekorasi Quran ada unsur gelatin minyak babinya, ada unsur percampuran dengan barang-barang yang haram. Bagaimana kitab yang suci di tempat kalian, kenapa kalian tidak bergerak? Maka kita harus bergerak dalam penyediaan percetakan Quran yang tidak pernah rugi orang yang berbisnis cetak Quran.

Jadi bukan Qurannya yang di bisnis tetapi cetakannya. Ini pertahun tidak kurang dari 1.000.000 eksemplar Quran dicetak, tidak ada buku yang per tahunnya terus meningkat kebutuhan lapangannya kecuali Al-Quran. Pengusaha-pengusaha non muslim di Libanon jika perusahaannya mulai bangkrut mulai berkurang order dia mencari orderan Quran, berapa pun didttak pasti habis.

Jadi bisnis di dalam penyediaan, belum lagi kitab-kitab tafsir. Jadi sarana dan prasarana fasilitas itu harusnya di monopoli oleh orang Islam faktanya orang-orang lain yang masuk, sehingga di situ banyak unsur yang tidak sesuai dengan karakteristik islam itu sendiri. Di tekstil di kita diperintahkan makan makanan yang halal dan bermutu, tapi siapa penguasa kuliner dan industri makanan? Kan orang Islam. Bukan akhirnya bagaimana kita meyakini makanan kita halal? Bagaimana kita meyakini makanan kita kalau thoyib, kalau sampai bumbu pun kita impor, bukan hanya impor daging saja sudah bermasalah ini di bumbunya pun impor, nanti alat masaknya juga impor, maka semuanya akan diimpor.

Padahal yang disuruh dalam Al-Quran makan dan minumlah yang halal dan yang baik, itu kita, tapi yang memprepare sarana prasarananya bukan kita, fasilitasnya bukan kita, lalu dari mana kita mengetahui bahwa itu baik dan itu tidak boleh dan……… Jadi begitulah kita semuanya tidak memikirkan apa di balik ibadah, yaitu fasilitas dan sarananya. Kalau kita fokus menyediakan ini saja sudah kaya raya. Jadi tidak usah terlalu over dalam berbisnis sampai mengatakan cari yang haram saja susah apa lagi halal.